Senin, 02 Desember 2013

Pentingnya pembelajaran Randai dalam menyikapi Arus perubahan zaman di Minangkabau


      Seorang lelaki setengah baya berumur 35 tahun sedang asik melatih anak-anak yang ada di sekelilingnya membentuk gerakan-gerakan yang menyerupai gerakan silat. Sesekali terdengar suara tepukan galembong dari beliau lalu di ikuti oleh sekelompok anak tersebut. Ya, lelaki tersebut sedang melatih Randai anak-anak di kecamatan mungka, Kabupaten 50 kota.
          Nama lelaki tersebut adalah Imran, seorang guru di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) yang ada di sana.  Beliau selalu rutin 3 kali seminggu dalam melatih para generasi muda yang ada di sana, agar mereka semua tahu akan budaya dan kesenian yang seharusnya berkembang di masyarakat. “ ya, selalu rutin 3 kali seminggu. Insyaallah kalau tidak ada halangan yang melintang, setiap jumat, sabtu, dan minggu sore kita selalu mengadakan latihan di sini. pembelajaran randai sangat positif bagi anak, agar mereka sedikit tau lah tentang kesenian tradisional yang ada di minangkabau.”
          Biasanya pak Imran mengajarkan randai, di mulai pada pukul 16.30 setelah sholat ashar dan berakhir jam 18.00. Meskipun pada awalnya hanya sedikit anak yang berminat dalam mengikuti latihan ini, beliau tetap semangat dan tidak pernah putus asa. “ pada awalnya hanya 6 orang anak yang mau ikut latihan, tapi sekarang Alhamdulillah sudah mencapai 18 orang.” Bertambah banyaknya jumlah anggota latihan randai bapak Imran di karenakan mulai sadarnya para orang tua terhadap pendidikan anak. Randai memang merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang kaya akan unsur budaya dan pendidikan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Daripada membiarkan anak bebas mengikuti pergaulan yang semakin modern, yang sedikit banyak pasti akan menghadirkan dampak yang negative maka lebih baik mengajarkan anak tentang kesenian yang kaya akan manfaat positif. Hal itulah yang di ungkapkan salah satu orang tua anak yang mengikuti latihan randai. “ bagus itu, dengan latihan randai maka waktu dalam bermain warnet dan PS (playstation) nya sedikit berkurang.” Orang tua anak yang lain juga mengungkapkan hal yang serupa, “ daripada hura-hura kesana kemari, kan lebih baik di ajarkan randai. Randai itu bagus kok, banyak pendidikan dan tentunya itu sangat menyenangkan.”
          Semakin banyaknya kesadaran orang tua terhadap pentingnya berkesenian, seperti sedikit menghadirkan angin segar terhadap perkembangan Randai di Minangkabau ini. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa zaman sekarang ini kesenian randai telah “ditinggalkan” karena kalah saing dengan kesenian modern seperti orgen tunggal, bahkan ada sebagian masyarakat yang “buta’ terhadap kesenian tradisional tersebut. Hal tersebut tentu sangat ironis, mengingat pada zaman dahulu, pertunjukan Randai sangat “ diagungkan” karena syarat akan pesan-pesan sosial dan pesan moral di dalamnya.
          Di Minangkabau, kesenian merupakan pamenan rang mudo, permainan anak muda-muda. Pertunjukan kesenian yang merangkum semua jenis kesenian ialah randai. Sebuah kesenian tradisi yang hidup di Minangkabau yang sudah ada sejak lama, sejak antar komunitas dari satu nagari dan nagari lain bersosialisasi. Pola melingkar dengan penonton/penikmatnya mengelilingi permainan randai, telah menyatukan, membaurkan antara penonton dan pemain. Di dalam sebuah pertunjukan randai, ditemui berbagai jenis kesenian yang khas seperti;  seni suara (dendang/ gurindam), musik(saluang, talempong, gendang), gerak ( akting, pencak, tari, galombang),  sastra/cerita (dialog).  Teater rakyat Minangkabau ini mencerminkan kehidupan di Minangkabau sendiri karena ceritanya diadaptasi dari budaya setempat. Begitu juga dengan gerakan silat yang digunakan dalam pergelaran randai biasanya juga merupakan gerakan silat dari daerah setempat.
          Randai adalah satu jenis kesenian warisan budaya dari masyarakat minangkabau. Akan tetapi pada zaman sekarang ini, pementasan randai sudah sangat langka. Randai yang dulunya digunakan untuk mengisi acara dalam pesta pernikahan maupun pesta khitanan, sekarang ini telah kalah bersaing dengan kesenian-musik modern seperti band maupun orgen tunggal. Anak-anak muda seperti menganggap kalau kesenian tradisional tersebut telah kuno dan ketinggalan zaman. Mereka cenderung lebih menyukai bentuk seni yang berkembang secara global dan mendunia, daripada kesenian yang mengakar sejak lama dalam masyarakatnya. 
          Minimnya pelajaran tentang kesenian randai di sekolah-sekolah adalah sebab lain dari berkurangnya minat masyarakat khususnya anak muda terhadap kesenian yang “melegenda” di minangkabu ini. “Tak kenal maka tak dekat, tak dekat maka tak sayang” . Jika para anak muda tidak di beri pengetahuan tentang Randai maka mustahil mereka akan menyukainya, sesuatu yang tidak mereka sukai sudah pasti tidak akan coba mereka kembangkan. Dengan demikian, cepat atau lambat randai akan mulai menghilang dari budaya masyarakat karena terkikis oleh arus perubahan zaman yang semakin mengarah kepada budaya modernisasi.
          Pengajaran Randai sejak dini kepada anak adalah suatu yang positif untuk dilakukan dalam membentengi generasi bangsa terhadap “kuatnya aliran” budaya barat yang masuk ke indonesia khususnya minangkabau. Dengan belajar randai, maka anak-anak seperti telah di arahkan untuk “menanamkan” budaya minangkabau kedalam kehidupan mereka. Dengan demikian, pergaulan bebas yang selama ini  identik dengan budaya barat bisa di hindari. Menghilangkan pelajaran kesenian di sekolah-sekolah berarti telah membantu “mengubur” jati diri bangsa, karena seni budaya adalah cerminan dari sebuah jati diri bangsa tersebut.
          Permasalahan yang muncul sekarang ini adalah bagaimana membuat randai tersebut menarik simpati masyarakat khususnya anak muda. Sehingga ketika ada pelajaran/pelatihan tentang kesenian tradisional itu tidak di anggap enteng dan tidak berguna. Hal itu sekaligus mengingatkan kita bahwa Randai tidak hanya mempelajari aspek psikomotorik, namun juga afektif, dan kognitif. Bagaimanapun juga nilai-nilai yang terkandung di dalam randai mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap mental masyarakat dalam menghadapi perubahan zaman. Tantangan tersebut terkait dengan image atau pandangan sebagian orang tua anak yang masih memandang remeh kesenian randai.
          Dengan melihat luas ke dalam pergaulan yang ada di bangsa kita sekarang ini, hendaknya kita semua sadar betapa pentingnya mempelajari kesenian tradisional. Di dalam kesenian tradisional kita di ajarkan bagaimana cara hidup dalam budaya dan norma-norma adat yang positif. Warisan budaya harus segera kita pahami sebagai sesuatu yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, berubah sesuai kebutuhan kehidupan, dan karena itu ia lestari. Warisan budaya yang tangguh harus mampu menun­jukkan kemampuannya untuk dinamis. Karakter inilah yang harusnya mulai direproduksi. Karakter yang mampu bersaing, membuka diri, sekaligus memiliki sistem pertahanan diri dan budaya yang tangguh.
          Saya selalu berharap, kalau pemerintah mau memasukkan pelajaran Randai ke dalam kurikulum sekolah, bukan saja karena ia adalah kesenian yang telah dikenal di seluruh dunia dan membanggakan bangsa kita, akan tetapi juga karena randai dapat membantu menemukan identifikasi “jati diri”, bagian penting dalam pembentukan karakter generasi bangsa.
          Sebagai masyarakat, kita hendaknya juga ikut membantu melestarikan “budaya” bangsa yang tercakup di dalam kesenian randai. Saya juga sangat berharap, kalau masyarakat yang ada di minangkabau “membuka kembali” pintu hati mereka terhadap kesenian yang syarat akan nilai-nilai ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar