Seorang
lelaki setengah baya berumur 35 tahun sedang asik melatih anak-anak yang ada di
sekelilingnya membentuk gerakan-gerakan yang menyerupai gerakan silat. Sesekali
terdengar suara tepukan galembong dari beliau lalu di ikuti oleh sekelompok
anak tersebut. Ya, lelaki tersebut sedang melatih Randai anak-anak di kecamatan
mungka, Kabupaten 50 kota.
Nama lelaki tersebut adalah Imran,
seorang guru di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) yang ada di
sana. Beliau selalu rutin 3 kali
seminggu dalam melatih para generasi muda yang ada di sana, agar mereka semua
tahu akan budaya dan kesenian yang seharusnya berkembang di masyarakat. “ ya,
selalu rutin 3 kali seminggu. Insyaallah kalau tidak ada halangan yang
melintang, setiap jumat, sabtu, dan minggu sore kita selalu mengadakan latihan
di sini. pembelajaran randai sangat positif bagi anak, agar mereka sedikit tau
lah tentang kesenian tradisional yang ada di minangkabau.”
Biasanya pak Imran mengajarkan randai,
di mulai pada pukul 16.30 setelah sholat ashar dan berakhir jam 18.00. Meskipun
pada awalnya hanya sedikit anak yang berminat dalam mengikuti latihan ini,
beliau tetap semangat dan tidak pernah putus asa. “ pada awalnya hanya 6 orang
anak yang mau ikut latihan, tapi sekarang Alhamdulillah sudah mencapai 18
orang.” Bertambah banyaknya jumlah anggota latihan randai bapak Imran di
karenakan mulai sadarnya para orang tua terhadap pendidikan anak. Randai memang
merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang kaya akan unsur budaya dan
pendidikan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Daripada membiarkan anak
bebas mengikuti pergaulan yang semakin modern, yang sedikit banyak pasti akan
menghadirkan dampak yang negative maka lebih baik mengajarkan anak tentang
kesenian yang kaya akan manfaat positif. Hal itulah yang di ungkapkan salah
satu orang tua anak yang mengikuti latihan randai. “ bagus itu, dengan latihan
randai maka waktu dalam bermain warnet dan PS (playstation) nya sedikit
berkurang.” Orang tua anak yang lain juga mengungkapkan hal yang serupa, “
daripada hura-hura kesana kemari, kan lebih baik di ajarkan randai. Randai itu
bagus kok, banyak pendidikan dan tentunya itu sangat menyenangkan.”
Semakin
banyaknya kesadaran orang tua terhadap pentingnya berkesenian, seperti sedikit
menghadirkan angin segar terhadap perkembangan Randai di Minangkabau ini.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa zaman sekarang ini kesenian
randai telah “ditinggalkan” karena kalah saing dengan kesenian modern seperti
orgen tunggal, bahkan ada sebagian masyarakat yang “buta’ terhadap kesenian
tradisional tersebut. Hal tersebut tentu sangat ironis, mengingat pada zaman
dahulu, pertunjukan Randai sangat “ diagungkan” karena syarat akan pesan-pesan
sosial dan pesan moral di dalamnya.
Di Minangkabau, kesenian merupakan
pamenan rang mudo, permainan anak muda-muda. Pertunjukan kesenian yang
merangkum semua jenis kesenian ialah randai. Sebuah kesenian tradisi yang hidup
di Minangkabau yang sudah ada sejak lama, sejak antar komunitas dari satu
nagari dan nagari lain bersosialisasi. Pola melingkar dengan
penonton/penikmatnya mengelilingi permainan randai, telah menyatukan,
membaurkan antara penonton dan pemain. Di dalam sebuah pertunjukan randai,
ditemui berbagai jenis kesenian yang khas seperti; seni suara (dendang/ gurindam),
musik(saluang, talempong, gendang), gerak ( akting, pencak, tari, galombang), sastra/cerita (dialog). Teater rakyat Minangkabau ini mencerminkan
kehidupan di Minangkabau sendiri karena ceritanya diadaptasi dari budaya
setempat. Begitu juga dengan gerakan silat yang digunakan dalam pergelaran
randai biasanya juga merupakan gerakan silat dari daerah setempat.
Randai adalah satu jenis kesenian
warisan budaya dari masyarakat minangkabau. Akan tetapi pada zaman sekarang
ini, pementasan randai sudah sangat langka. Randai yang dulunya digunakan untuk
mengisi acara dalam pesta pernikahan maupun pesta khitanan, sekarang ini telah kalah
bersaing dengan kesenian-musik modern seperti band maupun orgen tunggal.
Anak-anak muda seperti menganggap kalau kesenian tradisional tersebut telah
kuno dan ketinggalan zaman. Mereka cenderung lebih menyukai bentuk seni yang
berkembang secara global dan mendunia, daripada kesenian yang mengakar sejak
lama dalam masyarakatnya.
Minimnya pelajaran tentang kesenian
randai di sekolah-sekolah adalah sebab lain dari berkurangnya minat masyarakat
khususnya anak muda terhadap kesenian yang “melegenda” di minangkabu ini. “Tak
kenal maka tak dekat, tak dekat maka tak sayang” . Jika para anak muda tidak di
beri pengetahuan tentang Randai maka mustahil mereka akan menyukainya, sesuatu
yang tidak mereka sukai sudah pasti tidak akan coba mereka kembangkan. Dengan
demikian, cepat atau lambat randai akan mulai menghilang dari budaya masyarakat
karena terkikis oleh arus perubahan zaman yang semakin mengarah kepada budaya
modernisasi.
Pengajaran Randai sejak dini kepada
anak adalah suatu yang positif untuk dilakukan dalam membentengi generasi
bangsa terhadap “kuatnya aliran” budaya barat yang masuk ke indonesia khususnya
minangkabau. Dengan belajar randai, maka anak-anak seperti telah di arahkan
untuk “menanamkan” budaya minangkabau kedalam kehidupan mereka. Dengan
demikian, pergaulan bebas yang selama ini identik dengan budaya barat bisa di hindari.
Menghilangkan pelajaran kesenian di sekolah-sekolah berarti telah membantu
“mengubur” jati diri bangsa, karena seni budaya adalah cerminan dari sebuah
jati diri bangsa tersebut.
Permasalahan yang muncul sekarang ini
adalah bagaimana membuat randai tersebut menarik simpati masyarakat khususnya
anak muda. Sehingga ketika ada pelajaran/pelatihan tentang kesenian tradisional
itu tidak di anggap enteng dan tidak berguna. Hal itu sekaligus mengingatkan
kita bahwa Randai tidak hanya mempelajari aspek psikomotorik, namun juga
afektif, dan kognitif. Bagaimanapun juga nilai-nilai yang terkandung di dalam
randai mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap mental masyarakat dalam
menghadapi perubahan zaman. Tantangan tersebut terkait dengan image atau
pandangan sebagian orang tua anak yang masih memandang remeh kesenian randai.
Dengan melihat luas ke dalam pergaulan
yang ada di bangsa kita sekarang ini, hendaknya kita semua sadar betapa
pentingnya mempelajari kesenian tradisional. Di dalam kesenian tradisional kita
di ajarkan bagaimana cara hidup dalam budaya dan norma-norma adat yang positif.
Warisan budaya harus segera kita pahami sebagai sesuatu yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari, berubah sesuai kebutuhan kehidupan, dan karena itu ia
lestari. Warisan budaya yang tangguh harus mampu menunjukkan kemampuannya
untuk dinamis. Karakter inilah yang harusnya mulai direproduksi. Karakter yang
mampu bersaing, membuka diri, sekaligus memiliki sistem pertahanan diri dan
budaya yang tangguh.
Saya selalu berharap, kalau pemerintah
mau memasukkan pelajaran Randai ke dalam kurikulum sekolah, bukan saja karena
ia adalah kesenian yang telah dikenal di seluruh dunia dan membanggakan bangsa
kita, akan tetapi juga karena randai dapat membantu menemukan identifikasi
“jati diri”, bagian penting dalam pembentukan karakter generasi bangsa.
Sebagai masyarakat, kita hendaknya
juga ikut membantu melestarikan “budaya” bangsa yang tercakup di dalam kesenian
randai. Saya juga sangat berharap, kalau masyarakat yang ada di minangkabau
“membuka kembali” pintu hati mereka terhadap kesenian yang syarat akan
nilai-nilai ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar