Penggarapan teater
merupakan suatu proses menuangkan ide-ide kreatif ke dalam sebuah naskah dan di
wujudkan dengan adegan-adegan pembentuk cerita yang akan di tampilkan di atas
pentas dan di apresiasi oleh penonton. Ide kreatif yang di tuangkan oleh
penggarap tentu sangat berbeda dengan ide yang dimiliki penggarap lainnya.
Limpahan hasil pemikiran kreatif tersebut bisa terdapat dalam pola adegan, tata
setting, tata lighting, tata busana maupun property yang di gunakan. Hal itu yang
terlihat dalam pementasan naskah “bahtera” karya Darminta Soeryana di Teater
arena Isi Padang Panjang, kamis (28/9).
“Bahtera”
sendiri adalah naskah yang di adaptasi dari naskah kereta kencana karya Eugene
Eunesco. Pertunjukan yang di adakan jam delapan malam ini, sangat di apresiasi
oleh penonton yang memadati gedung tersebut. Dari segi cerita, naskah “bahtera”
ini tidak memiliki perbedaan dengan “kereta kencana”, menceritakan sepasang
suami-istri yang telah berumur 200 tahun tapi belum juga di karuniai seorang
anak dan sedang menunggu sebuah bahtera( kematian) menjemputnya.
Setting
panggung yang dihadirkan oleh penggarap sungguh “fenomenal”, dimana panggung di
penuhi oleh puluhan boneka, ada yang di gantung dan ada yang berserakan di
lantai. Di dalam panggung juga terdapat gantungan tempat tidur bayi, serta
terdapat rafa’I ( alat musik yang berasal dari Aceh). Dalam garapan kali ini,
sutradara memang sangat menonjolkan kebudayaan aceh.
Pertunjukan
yang berlangsung selama kurang lebih satu jam ini sangat menghibur penonton
yang hadir. Hal itu terlihat dari tidak henti-hentinya mereka tertawa melihat
tingkah kocak para aktor di atas pentas.
Dan setelah pementasan, mereka semua tidak henti-hentinya memberikan
tepuk tangan yang meriah terhadap pertunjukan tersebut. Cerita yang diperankan
oleh Hanafi dan Bunda leni, dari segi hiburan memang sangat bagus dan dari segi
pesan yang di sampaikan juga tidak kalah bagusnya. Kritik-kritik pedas yang
“disamarkan” dalam dialog seakan telah menjadi “bumbu” lain dari “enaknya”
cerita.
Tidak
hanya penonton yang merasa puas terhadap pertunjukan, aktor yang memainkan
adegan juga merasa sangat puas. Seperti yang di rasakan oleh hanafi. Meskipun
pada awalnya merasa amat terbebani memerankan tokoh kakek yang berumur 200
tahun, tapi pada akhirnya juga merasa sangat senang dengan apresiasi yang
diberikan oleh penonton yang hadir.
“ saya sangat senang sekali melihat banyakknya penonton
yang hadir dan memberikan tepuk tangan yang banyak kepada saya, saya sangat
terkejut ketika selesai pementasan melihat mereka tidak beranjak dari tempat
duduk mereka.” Urai hanafi.
Hanafi
sendiri menceritakan, kalau proses latihan dari naskah ini kurang dari dua
bulan. Hal itu yang membuat dia sedikit terbebani sebelum pementasan. Tapi
setelah pementasan, dia langsung merasa sangat senang karena semuanya berjalan
sesuai yang diharapkan. Tidak hanya penonton dan aktor yang puas dengan
pementasan, sutradara juga terlihat puas dengan kinerja para aktornya. Hal itu
terlihat dari tidak hentinya beliau tersenyum ketika pementasan berakhir.
Meskipun
pertunjukan “bahtera ini” terlihat sangat menghibur, tapi pepatah, “di dunia
ini tidak ada yang sempurna” memang tidak bisa terelakkan. Meskipun penonton
yang lain merasa kinerja aktor tidak ada “cacadnya”, seorang yang berkecimpung
di dunia teater pasti merasakan kekurangannya. Memerankan tokoh yang berumur
200 tahun tentu sangatlah berat dan beresiko, factor konsistensi adalah masalah
utama dari pemeran dalam naskah ini. Hanafi sering kali lepas kontrol terhadap
peran yang ia bawakan, suara kakek-kakek yang telah coba ia hadirkan sejak awal
terkadang menghilang dan menampilkan suara aslinya. Dan yang paling mencolok
adalah ketika ia berdendang dan memukul rafa’I. Setali tiga uang, ternyata
hanafi juga menyadari kesalahannya. Dia mengatakan kalau memerankan tokoh
tersebut sangatlah berat, membuat pinggang sakit dan tentunya menghadirkan rasa
capek. Selain karena baru pertama kali memerankan tokoh yang berumur 200 tahun,
waktu proses latihan yang minim adalah penyebab lainnya.
“Sudah
jelas itu bukan konsep sutradara, sebenarnya itu kesalahan saya karena telah
lepas control. Pembelaan yang saya ajukan: yang pertama saya harus berdendang
dengan suara tua menyanyikan lirik aceh yang saya kurang pasif, yang kedua yaitu
dimana saya harus membungkukkan badan sambil memukul rafa’I yang sangat berat
dan itulah yang mebuat saya letih dimana keringat saya bercucuran dan pinggang
saya terasa amat sakit ketika itu. Dan ketiga, proses latihan sangat minim yang
hanya mempunyai waktu kurang dari 2 bulan, dan dalam waktu yang singkat itu ada
juga kendala seperti aktor sakit sehingga latihan diliburkan selama kurang
lebih dua minggu.” Dia menambahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar