Senin, 02 Desember 2013

Hanafi: “memerankan tokoh orang tua sangat susah”


         
           Pementasan teater merupakan sebuah penciptaan alur cerita yang di sampaikan melalui adegan-adegan yang dilakukan oleh para aktor. Seorang aktor di tuntut kemampuannya dalam memerankan sebuah tokoh, baik itu tokoh anak muda, orang tua, maupun orang gila sekalipun. Memerankan suatu tokoh tentu sangat tidak mudah. Diperlukan pemahaman terhadap segala aspek, mulai dari aspek psikologi, fisikologi dan aspek sosial yang di gambarkan dalam naskah. Di samping memiliki pengetahuan tentang karakter yang akan dimainkan, tentu perlu pula latihan dalam mencari “bentuk” yang paling ideal dari sebuah pemeranan. Hal tersebut dapat diperoleh dari latihan yang ekstra keras, juga tidak lupa melakukan penelitian terhadap tokoh tersebut.
          Tugas seorang aktor di atas pentas adalah membawakan cerita dan dapat meyakinkan penonton terhadap peran yang ia bawakan. Sebuah pertunjukan dapat di bilang sukses, jika penonton yang menyaksikan pertunjukan tersebut dapat terhibur dan teryakinkan dengan cerita. Seorang aktor yang baik akan mampu membawakan peran yang dapat membuat penonton “terpukau” masuk kedalam  emosi yang dihadirkan di panggung. Tentu tidak semua peran dapat dilakukan dengan mudah, memerankan seorang kakek yang sudah sangat tua tentulah sangat berat apalagi bagi orang yang baru pertama kali memerankan tokoh seperti demikian.
          Hal itulah yang dirasakan oleh Hanafi, mahasiswa semester lima jurusan teater ISI Padang Panjang dalam memerankan satu tokoh dalam  naskah “Bahtera” karya Darminta soeryana. Dalam naskah bergenre absurd ini, ia memerankan tokoh kakek yang sudah sangat tua, berumur dua ratus tahun. Dilihat dari pementasan, garapan ini bisa dibilang sangat sukses, karena mampu memberi rasa “puas”kepada penonton yang hadir pada malam itu. Tidak hanya penonton, aktor yang memainkannya pun sangat merasa puas. “ saya sangat senang malam ini, pertunjukan malam ini membuat saya puas dan sangat senang melihat penonton yang hadir tidak henti-hentunya memberi tepuk tangan kepada saya, amazing!! “ itulah ungkapan rasa puas yang dituturkan oleh hanafi.
          Meskipun merasa sangat puas, ternyata ia merasakan beban yang berat memerankan tokoh ini. Dia menjelaskan kalau memerankan tokoh orang tua sangat-sangat sulit, membuat badan cepat capek dan tentunya menguras stamina. Dari segi fisikologi (fisik), tentulah berperan “menjadi” orang tua membutuhkan kemampuan yang baik dalam meniru segala sesuatu yang ada pada diri orang tua sesungguhnya, seperti jalannya yang harus membungkuk dan pelan maupun dari segi vocal yang harus identic dengan orang tua. Berjalan membungkuk dengan suara kakek-kakek tentu membutuhkan konsentrasi yang lebih dalam bermain teater. Durasi pertunjukan adalah tantangan lain dari seorang aktor, karena disinilah dituntut konsistensi seorang aktor dalam memerankan suatu karakter. Di dalam naskah bahtera, memerankan tokoh kakek berusia lanjut selama kurang lebih satu jam memang suatu yang amat “mengerikan” bagi seorang aktor. Dari awal sampai akhir pementasan harus terjebak di dalam karakter kakek-kakek dan tidak boleh lepas dari karakter tersebut. Jika sampai lepas sedikit, maka sudah pasti emosi yang di hadirkan akan berbeda. Masalah besar yang dihadapi aktor di ISI padang panjang umumnya adalah konsistensi peran. Mereka yang mencoba memerankan tokoh yang jauh berbeda dengan sifat asli dari dirinya selalu kesulitan jika memerankan tokoh tersebut dalam durasi yang panjang. Karakter yang telah ia bangun sejak awal terkadang bisa “lepas” ketika sampai pada bagian tengah dari cerita. Hal tersebut dapat disebabkan karena sudah berkurangnya stamina dan pemahaman dari aktor tersebut. Seperti yang terjadi pada Hanafi dalam pementasan naskah “bahtera” tersebut.
          Pementasan Bahtera yang secara keseluruhan terlihat sangat sempurna, tetap saja memiliki kelemahan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Kelemahan yang dimaksud adalah kurangnya konsistensi peran yang dibawakan oleh Hanafi. Dari awal pementasan, ia sudah mencoba “mengiring” dan meyakinkan penonton kalau tokoh yang ia perankan adalah seorang kakek-kakek yang sudah sangat tua. Pada bagian awal ini semua berjalan sangat sempurna, akan tetapi ketika sampai pada bagian tengah dari cerita, masalah konsistensi mulai “menampakkan” dirinya. Sekejap, ketika Hanafi memukul rafa’i( sejenis alat musik pukul dari aceh), karakter asli seperti suara dan jalan sehari-hari mulai “membunuh” karakter orang tua yang telah ia bangun. Bagi orang-orang yang tidak mengerti akan teater akan menganggap itu sebagai suatu yang biasa karena mereka hanya melihat dari segi hiburan, sedangkan bagi orang yang sedikit banyak tau tentang teater akan menganggapnya suatu kesalahan.
          Setali tiga uang, ternyata setelah pementasan hanafi juga mengakui “kekurangannya”. Ia menjelaskan, kalau ia baru pertama kali memerankan tokoh seperti itu sehingga merasa sedikit terbebani. Memerankan tokoh kakek-kakek sambil memukul rafa’I yang berat membuat semua badan terasa letih. “ jujur, saya baru pertama kali memerankan tokoh seperti ini, dan itu sangat membuat saya letih sehingga tadi saya sedikit lepas control ketika memukul rafa’I yang berat itu.” Ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar