Abstrak:
teater tradisional merupakan teater yang berkembang dan tumbuh pada satu
masyarakat. Dimana pola ceritanya berdasarkan kebudayaan yang ada pada daerah
tersebut. Mempelajari dan mengembangkan
teater tradisional, secara tidak langsung berarti ikut melestarikan budaya yang
ada pada bangsa ini.
Kata kunci :
Teater tradisional, kebudayaan, masyarakat.
Latar belakang
Indonesia
merupakan suatu Negara yang kaya akan kebudayaan, antara satu daerah dengan
daerah yang lain pasti memiliki budaya yang berbeda. Jelaslah, bahwa kebudayaan
manusia bukanlah suatu hal yang hanya timbul sekali atau yang bersifat
sederhana. Tiap masyarakat mempunyai suatu kebudayaan yang berbeda dari
kebudayaan masyarakat lain dan kebudayaan itu merupakan suatu kumpulan yang
berintegrasi dari cara-cara berlaku yang dimiliki bersama dan kebudayaan yang
bersangkutan secara unik mencapai penyesuaian kepada lingkungan tertentu.[1] Dengan banyaknya budaya bangsa yang tersebar
di tanah ibu pertiwi ini membuat kita bangga menjadi orang indonesia. Akan
tetapi semakin berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, serta kecendrungan
masyarakat untuk menjadi manusia modern, kebudayaan yang telah mengakar sejak
lama mulai dilupakan. Anak-anak muda lebih menyukai dan menikmati budaya yang
datang dari barat, sehingga secara otomatis mereka akan menerapkannya dalam
kehidupan, sehingga akan melahirkan budaya baru yang cenderung lebih mengarah
kepada sifat negative karena sudah pasti budaya barat sangat berlawanan dengan
budaya yang ada di indonesia. watak manusia menjadi tema yang memperoleh
perhatian khusus karena dalam bentuk apapun watak ini selalu berinteraksi
dengan kondisi-kondisi yang mengelilinginya dan menghasilkan budaya.[2]
Pengembangan budaya yang ada di
Indonesia saat sekarang ini, bisa dibilang sangat minim dan terbatas. Hal itu
dapat kita lihat dari sangat sedikitnya peminat dari teater tradisional,
seperti kesenian Randai di Sumatera barat. Pementasan randai yang dulunya
sangat digemari bahkan menjadi “pengiring” setia dari sebuah pesta, kini seakan
telah ditinggalkan dan dilupakan. Ironinya, jika ada pementasan randai
dilaksanakan di tengah suatu masyarakat, penontonnya didominasi oleh orang tua.
Hal itu membuktikan kalau para kaum muda kurang meminati kesenian yang syarat
akan budaya tersebut.
Pembahasan
Seni
teater adalah seni yang sudah berkembang sejak lama, baik di dunia maupun di
indonesia sendiri. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya jenis teater yang
bermunculan. Di indonesia sendiri secara garis besar terdapat dua jenis teater
yaitu teater tradisional dan teater modern. Teater tradisional rakyat yang
tumbuh dan berkembang di setiap wilayah di indonesia menunjukkan kalau
masyarakat indonesia pada umumnya “dulu” menyukai kesenian teater, walaupun
telah terjadi pergeseran fungsi, dari upacara keagamaan menjadi media hiburan
bagi masyarakat. Akan tetapi semakin berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan,
kesenian teater mulai ditinggalkan. Masyarakat khususnya anak muda menganggap
kalau kesenian teater adalah suatu yang membosankan dan bahkan dianggap kuno
oleh sebagian orang. Hal itu dapat dilihat dari perbandingan penonton teater
dan penonton sebuah konser band. Jika sebuah pementasan teater “bergandengan”
dengan sebuah pementasan grup band dalam satu wilayah, maka sudah dapat
dipastikan kalau penonton konser akan jauh lebih banyak dari penonton sebuah
garapan teater. Hal tersebut tentu sangat di sayangkan, karena dalam sebuah
garapan teater terdapat banyak nilai-nilai, baik itu nilai sosial maupun nilai
moral terkandung di dalamnya yang bisa di serap dan di pahami oleh masyarakat
sehingga bisa membentuk mental dan martabat manusia yang menontonya, berbeda
dengan pementasan sebuah konser musik yang hanya menghadirkan suatu hiburan.
Teater
tradisional merupakan suatu bentuk teater yang lahir, tumbuh dan berkembang dis
suatu daerah etnis, yang merupakan hasil kreatifitas kebersamaan suku bangsa di
indonesia. Berakar dari budaya etnik setempat dan dikenal oleh masyarakat
lingkungannya. Pertunjukan dilakukan atas dasar tata cara dan pola yang diikuti
secara mentradisi (secara turun-temurun) dari pengalaman pentas generasi tua
(pendahulu) dialihkan/dilanjutkan ke generasi yang lebih muda (generasi
penerus) dan mengikuti serta setia kepada pakem yang sudah ada.[3]
Proses terjadinya atau munculnya teater
tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah
lainnya. Hal ini disebabkan oleh
unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung
kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater
tradisional lahir. Membicarakan teater tradisi di Indonesia tampaknya agak
rumit mengingat sejarah perkembangan budaya Nusantara kita yang demikian
panjang dan beragam. Perkembangan teater tradisional dalam masyarakat indonesia
tidak bisa lepas dari pertumbuhan dan perkembangan kesenian dan kebudayaan
indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang dengan sendirinya
melahirkan kesenian yang sangat beragam yang bersumber dari kelainan budaya
etnik setempat. Meskipun di indonesia telah berkembang juga teater modern akan
tetapi hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari keberadaan teater tradisional.
Di dalam pertumbuhan dan perkembangan teater teater modern dewasa ini, teater
tradisional memperoleh perhatian yang besar dan bahkan dijadikan tempat
pengkajian dari sumber “inspirasi” bagi perkembangan teater modern. Di dalam
mencari “identitas teater nasional indonesia”, teater tradisional merupakan
sumber “jiwa”, sedangkan teater modern akan merupakan “sosok” dari teater indonesia
tersebut.[4]
Seiring
dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, teater tradisiional ikut
“menyesuaikan” diri dengan keadaan lingkungan yang telah terpengaruh oleh
‘arus’ modernisasi di bangsa kita. Hal itu berakibat dengan berubahnya nilai dan
fungsi dari teater tradisional itu sendiri. Jika pada zaman dahulu, teater
tradisional digunakan untuk upacara keagamaan, maka pada zaman sekarang ini
lebih cenderung dianggap sebagai media hiburan masyarakat. Meskipun dianggap
sebagai media hiburan yang “segar” bagi masyarakat, akan tetapi peminat dari
teater tradisional itu sendiri bisa dibilang tidak sebanyak pecinta kesenian
lain yang lebih modern seperti seni musik. Hal tersebut tentu menghadirkan
kekhawatiran bagi kita, karena teater tradisional merupakan symbol kekayaan
bagi bangsa kita akan seni budaya. Jika ia ditinggalkan atau dilupakan, secara
tidak langsung kita telah ikut “mengubur” jati diri bangsa. Kita semua
mengetahui kalau seni budaya adalah cermin jati diri bangsa, sehingga kalau
masalah ini terabaikan akan melahirkan masyarakat bar-bar yang tidak berbudaya.
Globalisasi
budaya
Pengaruh globalisasi sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah
membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima
kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah
satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan,
kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh
masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang
mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan, dimana hal-hal tersebut
terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun
persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang
terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya
apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang
ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan
bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya.
Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput
dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan
cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam
memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang
tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam
globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh
negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka
yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru
negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia
selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Oleh karena
itu dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan
memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.
Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang
bermanfaat dan menambah pengalaman mereka. Salah satu contohnya bahwa perilaku
dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan “bom” budaya
terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa
pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari
indentitas budaya nasionalnya yang semakin hari semakin berkurang.
Perkembangan Arus globalisasi saat
ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia.
Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya.
Perkembangan Transportasi, Telekomunikasi dan Teknologi mengkibatkan
berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya
Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan
budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Payakumbuh (Sumatera Barat)
misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang
berminat untuk belajar tari dan teater tradisional Sumatera barat, seperti
Randai. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya
kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan
hanya dapat disaksikan di televisi dan acaraan-acara khusus dan kebiasaan
remajanya lebih suka main band, clabing daripada belajar budaya tradisional.
Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain
dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah
baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan
bagi masyarakat sekitarnya.
Teater tradisional dan lingkungannya
Berbicara
teater tradisional tentu tidak bisa dipisahkan dari masyarakat dan lingkungan
yang ada disekitarnya. Teater tradisional dimainkan oleh masyarakat yang ada di
daerah tersebut. Hal itu berarti jika masyarakat ttidak lagi mau menyukai teater tradisional maka sudah dapat
dipastikan lama-kelamaan, kesenian yang telah mengakar sejak lama dalam bangsa
ini akan “punah” ditelah derasnya arus modernisasi.
Kehadiran budaya asing yang merambah
ke relung-relung budaya tradisi sedikit banyak akan mempengaruhi pola pikir dan
perilaku masyarakat. Meskpun budaya yang asing itu tidak sepenuhnya negative
akan tetapi sedikit banyak pasti akan mempengaruhi perkembangan budaya yang ada
pada suatu masyarakat.
Dahulunya teater tradisional seperti
randai adalah hiburan yang “wajib” sebagai pengiring dalam suatu pesta, baik
itu pesta yang sifatnya pribadi maupun pesta masyarakat. Akan tetapi, seiring
dengan perkembangan zaman, kesenian randai tersebut mulai digusur oleh
kesenian-kesenian musik yang sifatnya lebih modern seperti orgen tunggal atau
pun band musik. Dengan demikian, saat sekarang ini kita seolah melihat teater
tradisional kehilangan “lingkungannya” untuk berkembang. Akibat yang dihadirkan
dari fenomena tersebut sungguh terasa nyata. Perkembangan dari teater
tradisional sangat terbatas, hanya berada dilingkungan sekolah dan perguruan
tinggi seni. Sedangkan dalam lingkungan masyarakat luas, pementasa-pementasan
teater tradisional sudah sangat sulit ditemukan.
Anak
muda yang telah ter “modernisasi”
Tidak
bisa dipungkiri kalau anak muda punya banyak sekali peranan dalam bangsa ini. Budaya tradisi di Indonesia sudah banyak
terkontaminasi dengan budaya luar. Banyak anak muda Indonesia yang kurang
mengenal budaya negerinya sendiri. Dunia modern seolah lebih menarik dan
mengkikis budaya tradisi yang sudah turun temurun sehingga banyak kaum muda
jadi pengekor kaum luar dan lupa akan jati diri.. Generasi Muda sebagai
pewaris, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sebagai sumber insani bagi
pembangunan nasional, ibarat mata rantai yang tergerai panjang. Posisi generasi
muda dalam masyarakat menempati mata rantai yang paling sentral dalam artian
bahwa, pemuda berperan sebagai pelestari nilai budaya, kejuangan, pelopor dan
perintis pembaruan melalui karsa, karya dan dedikasi. Melihat potensi pemuda
yang begitu besar dan telah terbukti melalui peran-peran kesejarahan mereka
baik dalam perjuangan meraih kemerdekaan maupun dalam mempertahankannya dan
juga dalam menumbangkan rezim yang korup. Maka sudah seharusnya mereka diberi
peran dan berperan melalui usaha-usaha pembangunan dalam segala aspek kehidupan
bangsa terutama dalam hal budaya.
Anak muda zaman sekarang ini di
indonesia telah terbawa “arus” modernisasi yang berasal dari barat. Hal itu
dapat kita lihat dari berbagai segi kehidupan mereka seperti pola berpakaian,
pola pergaulan dan pola hiburan. Dari segi pakaian, anak-anak muda lebih
menyukai untuk meniru mode-mode berpakaian dari barat, padahal sudah sama kita
ketahui kalau pola berpakaian orang barat sangat bertentangan dengan budaya bangsa
yang ada di indonesia. Dari segi pergaulan, anak-anak muda telah “menciplak”
pola pergaulan bebas dan hura-hura yang ada di barat. Dari segi hiburan juga
tidak kalah mengkahawatirkan, dimana anak muda zaman sekarang ini lebih
menyukai hiburan-hiburan yang bersifat modern.
Melihat fenomena tersebut, secara
tidak langsung membuat teater tradisional yang ada di bangsa kita kehilangan “pewarisnya”.
Karena sudah sama kita ketahui kalau teater tradisional sekarang ini hanya
diminati oleh kalangan orang tua. Jika anak muda sudah tidak meminati teater
tradisional lagi maka yang pasti akan terjadi adalah “punahnya” kesenian
tersebut dari budaya bangsa kita.
Arus globalisasi yang semakin kuat
memang telah “menenggelamkan” minat masyarakat terhadap kesenian bangsa mereka
sendiri. Banyaknya kesenian-kesenian baru yang mereka lihat dari media visual
seperti televisi membuat masyarakat lebih cenderung mengarah kepada
hiburan-hiburan yang bersifat baru.
[1] Ihromi,
T,O. Antropologi budaya, Jakarta, Yayasan obor Indonesia, 1996, hal 32.
[2] dewey,
john. Budaya dan kebebasan, Jakarta, yayasan obor Indonesia, 1998, hal 14.
[3]
Awuy F, Tommy. Teater Indonesia, Jakarta, Perpustakaan nasional, 1999, hal 263.
[4]
WM, Sutarjo.Bagi masa depan teater indonesia, Bandung, PT GRANESIA, 1983, hal
11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar