Selasa, 24 Desember 2013

pentingnya pelestarian TEATER TRADISIONAL sebagai "tameng" budaya di era modernisasi


Abstrak: teater tradisional merupakan teater yang berkembang dan tumbuh pada satu masyarakat. Dimana pola ceritanya berdasarkan kebudayaan yang ada pada daerah tersebut.  Mempelajari dan mengembangkan teater tradisional, secara tidak langsung berarti ikut melestarikan budaya yang ada pada bangsa ini.
Kata kunci : Teater tradisional, kebudayaan, masyarakat.
Latar belakang
Indonesia merupakan suatu Negara yang kaya akan kebudayaan, antara satu daerah dengan daerah yang lain pasti memiliki budaya yang berbeda. Jelaslah, bahwa kebudayaan manusia bukanlah suatu hal yang hanya timbul sekali atau yang bersifat sederhana. Tiap masyarakat mempunyai suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan masyarakat lain dan kebudayaan itu merupakan suatu kumpulan yang berintegrasi dari cara-cara berlaku yang dimiliki bersama dan kebudayaan yang bersangkutan secara unik mencapai penyesuaian kepada lingkungan tertentu.[1]   Dengan banyaknya budaya bangsa yang tersebar di tanah ibu pertiwi ini membuat kita bangga menjadi orang indonesia. Akan tetapi semakin berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, serta kecendrungan masyarakat untuk menjadi manusia modern, kebudayaan yang telah mengakar sejak lama mulai dilupakan. Anak-anak muda lebih menyukai dan menikmati budaya yang datang dari barat, sehingga secara otomatis mereka akan menerapkannya dalam kehidupan, sehingga akan melahirkan budaya baru yang cenderung lebih mengarah kepada sifat negative karena sudah pasti budaya barat sangat berlawanan dengan budaya yang ada di indonesia. watak manusia menjadi tema yang memperoleh perhatian khusus karena dalam bentuk apapun watak ini selalu berinteraksi dengan kondisi-kondisi yang mengelilinginya dan menghasilkan budaya.[2]
            Pengembangan budaya yang ada di Indonesia saat sekarang ini, bisa dibilang sangat minim dan terbatas. Hal itu dapat kita lihat dari sangat sedikitnya peminat dari teater tradisional, seperti kesenian Randai di Sumatera barat. Pementasan randai yang dulunya sangat digemari bahkan menjadi “pengiring” setia dari sebuah pesta, kini seakan telah ditinggalkan dan dilupakan. Ironinya, jika ada pementasan randai dilaksanakan di tengah suatu masyarakat, penontonnya didominasi oleh orang tua. Hal itu membuktikan kalau para kaum muda kurang meminati kesenian yang syarat akan budaya tersebut.
Pembahasan
            Seni teater adalah seni yang sudah berkembang sejak lama, baik di dunia maupun di indonesia sendiri. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya jenis teater yang bermunculan. Di indonesia sendiri secara garis besar terdapat dua jenis teater yaitu teater tradisional dan teater modern. Teater tradisional rakyat yang tumbuh dan berkembang di setiap wilayah di indonesia menunjukkan kalau masyarakat indonesia pada umumnya “dulu” menyukai kesenian teater, walaupun telah terjadi pergeseran fungsi, dari upacara keagamaan menjadi media hiburan bagi masyarakat. Akan tetapi semakin berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, kesenian teater mulai ditinggalkan. Masyarakat khususnya anak muda menganggap kalau kesenian teater adalah suatu yang membosankan dan bahkan dianggap kuno oleh sebagian orang. Hal itu dapat dilihat dari perbandingan penonton teater dan penonton sebuah konser band. Jika sebuah pementasan teater “bergandengan” dengan sebuah pementasan grup band dalam satu wilayah, maka sudah dapat dipastikan kalau penonton konser akan jauh lebih banyak dari penonton sebuah garapan teater. Hal tersebut tentu sangat di sayangkan, karena dalam sebuah garapan teater terdapat banyak nilai-nilai, baik itu nilai sosial maupun nilai moral terkandung di dalamnya yang bisa di serap dan di pahami oleh masyarakat sehingga bisa membentuk mental dan martabat manusia yang menontonya, berbeda dengan pementasan sebuah konser musik yang hanya menghadirkan suatu hiburan.
Teater tradisional merupakan suatu bentuk teater yang lahir, tumbuh dan berkembang dis suatu daerah etnis, yang merupakan hasil kreatifitas kebersamaan suku bangsa di indonesia. Berakar dari budaya etnik setempat dan dikenal oleh masyarakat lingkungannya. Pertunjukan dilakukan atas dasar tata cara dan pola yang diikuti secara mentradisi (secara turun-temurun) dari pengalaman pentas generasi tua (pendahulu) dialihkan/dilanjutkan ke generasi yang lebih muda (generasi penerus) dan mengikuti serta setia kepada pakem yang sudah ada.[3]
 Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya.  Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda,  tergantung    kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir. Membicarakan teater tradisi di Indonesia tampaknya agak rumit mengingat sejarah perkembangan budaya Nusantara kita yang demikian panjang dan beragam. Perkembangan teater tradisional dalam masyarakat indonesia tidak bisa lepas dari pertumbuhan dan perkembangan kesenian dan kebudayaan indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang dengan sendirinya melahirkan kesenian yang sangat beragam yang bersumber dari kelainan budaya etnik setempat. Meskipun di indonesia telah berkembang juga teater modern akan tetapi hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari keberadaan teater tradisional. Di dalam pertumbuhan dan perkembangan teater teater modern dewasa ini, teater tradisional memperoleh perhatian yang besar dan bahkan dijadikan tempat pengkajian dari sumber “inspirasi” bagi perkembangan teater modern. Di dalam mencari “identitas teater nasional indonesia”, teater tradisional merupakan sumber “jiwa”, sedangkan teater modern akan merupakan “sosok” dari teater indonesia tersebut.[4]

Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, teater tradisiional ikut “menyesuaikan” diri dengan keadaan lingkungan yang telah terpengaruh oleh ‘arus’ modernisasi di bangsa kita. Hal itu berakibat dengan berubahnya nilai dan fungsi dari teater tradisional itu sendiri. Jika pada zaman dahulu, teater tradisional digunakan untuk upacara keagamaan, maka pada zaman sekarang ini lebih cenderung dianggap sebagai media hiburan masyarakat. Meskipun dianggap sebagai media hiburan yang “segar” bagi masyarakat, akan tetapi peminat dari teater tradisional itu sendiri bisa dibilang tidak sebanyak pecinta kesenian lain yang lebih modern seperti seni musik. Hal tersebut tentu menghadirkan kekhawatiran bagi kita, karena teater tradisional merupakan symbol kekayaan bagi bangsa kita akan seni budaya. Jika ia ditinggalkan atau dilupakan, secara tidak langsung kita telah ikut “mengubur” jati diri bangsa. Kita semua mengetahui kalau seni budaya adalah cermin jati diri bangsa, sehingga kalau masalah ini terabaikan akan melahirkan masyarakat bar-bar yang tidak berbudaya.
 Globalisasi budaya
              Pengaruh globalisasi sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan, dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Oleh karena itu dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka. Salah satu contohnya bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan “bom” budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya yang semakin hari semakin berkurang.
            Perkembangan Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan Transportasi, Telekomunikasi dan Teknologi mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Payakumbuh (Sumatera Barat) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari dan teater tradisional Sumatera barat, seperti Randai. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan acaraan-acara khusus dan kebiasaan remajanya lebih suka main band, clabing daripada belajar budaya tradisional. Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya.

Teater tradisional dan lingkungannya
            Berbicara teater tradisional tentu tidak bisa dipisahkan dari masyarakat dan lingkungan yang ada disekitarnya. Teater tradisional dimainkan oleh masyarakat yang ada di daerah tersebut. Hal itu berarti jika masyarakat ttidak lagi mau menyukai  teater tradisional maka sudah dapat dipastikan lama-kelamaan, kesenian yang telah mengakar sejak lama dalam bangsa ini akan “punah” ditelah derasnya arus modernisasi.
            Kehadiran budaya asing yang merambah ke relung-relung budaya tradisi sedikit banyak akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat. Meskpun budaya yang asing itu tidak sepenuhnya negative akan tetapi sedikit banyak pasti akan mempengaruhi perkembangan budaya yang ada pada suatu masyarakat.
            Dahulunya teater tradisional seperti randai adalah hiburan yang “wajib” sebagai pengiring dalam suatu pesta, baik itu pesta yang sifatnya pribadi maupun pesta masyarakat. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, kesenian randai tersebut mulai digusur oleh kesenian-kesenian musik yang sifatnya lebih modern seperti orgen tunggal atau pun band musik. Dengan demikian, saat sekarang ini kita seolah melihat teater tradisional kehilangan “lingkungannya” untuk berkembang. Akibat yang dihadirkan dari fenomena tersebut sungguh terasa nyata. Perkembangan dari teater tradisional sangat terbatas, hanya berada dilingkungan sekolah dan perguruan tinggi seni. Sedangkan dalam lingkungan masyarakat luas, pementasa-pementasan teater tradisional sudah sangat sulit ditemukan.
 Anak muda yang telah ter “modernisasi”
            Tidak bisa dipungkiri kalau anak muda punya banyak sekali peranan dalam bangsa ini.  Budaya tradisi di Indonesia sudah banyak terkontaminasi dengan budaya luar. Banyak anak muda Indonesia yang kurang mengenal budaya negerinya sendiri. Dunia modern seolah lebih menarik dan mengkikis budaya tradisi yang sudah turun temurun sehingga banyak kaum muda jadi pengekor kaum luar dan lupa akan jati diri.. Generasi Muda sebagai pewaris, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sebagai sumber insani bagi pembangunan nasional, ibarat mata rantai yang tergerai panjang. Posisi generasi muda dalam masyarakat menempati mata rantai yang paling sentral dalam artian bahwa, pemuda berperan sebagai pelestari nilai budaya, kejuangan, pelopor dan perintis pembaruan melalui karsa, karya dan dedikasi. Melihat potensi pemuda yang begitu besar dan telah terbukti melalui peran-peran kesejarahan mereka baik dalam perjuangan meraih kemerdekaan maupun dalam mempertahankannya dan juga dalam menumbangkan rezim yang korup. Maka sudah seharusnya mereka diberi peran dan berperan melalui usaha-usaha pembangunan dalam segala aspek kehidupan bangsa terutama dalam hal budaya.
            Anak muda zaman sekarang ini di indonesia telah terbawa “arus” modernisasi yang berasal dari barat. Hal itu dapat kita lihat dari berbagai segi kehidupan mereka seperti pola berpakaian, pola pergaulan dan pola hiburan. Dari segi pakaian, anak-anak muda lebih menyukai untuk meniru mode-mode berpakaian dari barat, padahal sudah sama kita ketahui kalau pola berpakaian orang barat sangat bertentangan dengan budaya bangsa yang ada di indonesia. Dari segi pergaulan, anak-anak muda telah “menciplak” pola pergaulan bebas dan hura-hura yang ada di barat. Dari segi hiburan juga tidak kalah mengkahawatirkan, dimana anak muda zaman sekarang ini lebih menyukai hiburan-hiburan yang bersifat modern.
            Melihat fenomena tersebut, secara tidak langsung membuat teater tradisional yang ada di bangsa kita kehilangan “pewarisnya”. Karena sudah sama kita ketahui kalau teater tradisional sekarang ini hanya diminati oleh kalangan orang tua. Jika anak muda sudah tidak meminati teater tradisional lagi maka yang pasti akan terjadi adalah “punahnya” kesenian tersebut dari budaya bangsa kita.
            Arus globalisasi yang semakin kuat memang telah “menenggelamkan” minat masyarakat terhadap kesenian bangsa mereka sendiri. Banyaknya kesenian-kesenian baru yang mereka lihat dari media visual seperti televisi membuat masyarakat lebih cenderung mengarah kepada hiburan-hiburan yang bersifat baru.


[1] Ihromi, T,O. Antropologi budaya, Jakarta, Yayasan obor Indonesia, 1996, hal 32.
[2] dewey, john. Budaya dan kebebasan, Jakarta, yayasan obor Indonesia, 1998, hal 14.
[3] Awuy F, Tommy. Teater Indonesia, Jakarta, Perpustakaan nasional, 1999, hal 263.
[4] WM, Sutarjo.Bagi masa depan teater indonesia, Bandung, PT GRANESIA, 1983, hal 11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar