Randai
merupakan kesenian tradisional khas dari daerah Minangkabau, Sumatera barat.
Kesenian ini sudah ada sejak zaman colonial Belanda, dan terus berkembang
sampai zaman sekarang ini. Randai sebagai salah satu bentuk kesenian rakyat,
hidup dalam kehidupan rakyat. Randai dimainkan oleh dan untuk rakyat itu
sendiri. Randai hidup bersama tradisi yang berlaku dalam masyarakatnya. Randai pada
awalnya berangkat dari permainan yang pada zaman dahulunya dilakukan oleh masyarakat
pada malam hari, setelah seharian lelah beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Kesenian rakyat seperti randai
memiliki konsep pertunjukan yang dekat dengan penonton. Aksi dan interaksi
pemain dan penonton terjalin dengan baik. Pertunjukan randai memang selalu
ditampilkan seakrab mungkin, sehingga penonton yang menyaksikannya merasa
rileks dan tidak tegang. Suasana pun terbangun oleh kedekatan emosional secara
kekeluargaan. Kesenian Randai biasanya ditampilkan dalam perayaan suatu alek nagari seperti pengangkatan seorang
penghulu, festival-festival kesenian, maupun acara-acara pesta pribadi yang di
buat oleh masyarakat.
Salah satu penampilan randai yang
patut diacungi jempol adalah penampilan dari kelompok randai Puti nan manih di
nagari padang lawas, kabupaten lima puluh kota, Sumatera barat ( 23/5).
Penampilan yang diadakan dalam rangka mengisi acara dalam pesta sunatan rasul
salah seorang warga ini sangat menghibur penonton yang hadir ke acara tersebut.
Semua penonton yang didominasi oleh orang tua ini, selalu semangat dan antusias
menyaksikan para pemain randai menunjukkan kebolehannya. Pertunjukan randai
yang dimulai dari pukul Sembilan malam tersebut, memang menarik banyak
masyarakat untuk mengapresiasinya, akan tetapi dari sekian banyak penonton yang
hadir, terdiri dari orang tua dan keluarga pelaku pesta. Lalu dimanakah kaum
muda ??
Perkembangan zaman yang semakin
cepat dan arus modernisasi yang sangat sulit dihadang dan dikendalikan menjadi
penyebab utama “larinya kaum muda dari randai. Banyaknya hiburan-hiburan yang
sifatnya lebih modern dan hadirnya media-media elektronik yang super canggih
menghadirkan ironi tersendiri bagi kesenian tradisional kita. Para anak muda
lebih suka menyaksikan acara-acara di televise dan main game online di warnet
daripada berdingin-dingin menyaksikan randai.
Eksistensi randai yang semakin
menurun di dalam masyarakat mendatangkan sebuah ironi tersendiri bagi kita
semua. Walau bagaimanapun juga, randai
merupakan kekayaan kesenian Minangkabau yang perlu dipertahankan keasliannya,
sehingga pada tahap perkembangannya randai diharapkan mampu memunculkan bentuk
baru tanpa mengurangi esensi dan estetika yang sudah terkandung di dalamnya.
Akhirnya persoalan yang muncul adalah minat terhadap kesenian tradisional khususnya
randai jadi terganggu akibat hebatnya pengaruh teknologi media komunikasi baik
media massa maupun elektronik yang tidak mampu lagi memberikan motivasi kepada
kaum muda untuk lebih memperhatikan kesenian sendiri, khususnya kesenian
tradisional seperti randai.
Hal tersebut di atas ternyata tidak
berpengaruh kepada kelompok randai puti nan manih, meskipun penonton yang
datang menyaksikan pertunjukan mereka di dominasi oleh orang tua, mereka tetap
semangat melakukan pertunjukan tersebut. Semangat yang mereka tunjukkan sungguh
sangat luar biasa, dengan cuaca yang sedikit gerimis pertunjukan pun dapat
berjalan dengan lancer dari awal sampai akhir.
“ hujan sedikit kan gak papa, lagian gak
mempengaruhi pergerakan. Tapi sedikit berpengaruh kepada tapuak galembong nya.
Tapi amat disayangkan, pertunjukan ini hanya ditonton oleh orang tua dan
anak-anak kecil. Tapi ya itu tadi, kita gak terpengaruh juga akan hal tersebut
lagian kan kita nampil juga dibayar, jadi dibawa enjoy aja.” Tegas salah
seorang pemain randai.
Kurangnya minat para generasi muda
terhadap randai, bukanlah hal yang baru terjadi. Hal tersebut sudah terjadi
sejak media elektronik memasuki Minangkabau. Menyikapi hal ini, bagi generasi
muda khususnya di minangkabau pada zaman sekarang seharusnya tetap memiliki
pemahaman bahwa randai merupakan salah satu identitas budaya Minangkabau dan
perlu dipertahankan keberadaannya agar tidak punah dan hilang ditelan zaman.
Pergeseran minat generasi muda ada kaitannya dengan perubahan selera menonton
kesenian tradisional seperti randai. Apalagi dengan diciptakannya media
elektronik seperti televise, yang mampu menyiarkan beragam bentuk siaran baik
yang bermuatan local maupun yang menglobal. Kebiasaan keluar rumah, duduk di
tempat seadanya dan menghirup udara dingin pada malam hari untuk menonton
randai di perhelatan perkawinan kini kurang diminati oleh masyarakat khususnya
generasi muda.
Tidak adanya pelajaran tentang
randai di sekolah-sekolah merupakan sebab lain kurang nya minat generasi muda
terhadap kesenian yang sudah menjadi identitas budaya ini. Hal tersebut
berdampak buruk bagi, mengingat masih banyaknya anak muda yang sama sekali
tidak tahu akan kesenian ini. Jika mereka tahu saja tidak, maka mustahil mereka
akan menyukai dan melestarikannya. Dengan demikian, sudah seharusnya hal ini
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah
hendaknya memasukkan randai ke dalam kurikulum sekolah, agar para generasi muda
tersebut bisa mengenal dan mengetahui apa itu randai. Masyarakat di minangkabau
hendaknya juga mengerti betapa pentingnya melestarikan kesenian ini, pesan-pesan
yang dihadirkan di dalam permainan randai sungguh lebih bermanfaat dari
pertunjukan orgen tunggal. Maka sudah sepatutnya bagi masyarakat, apabila
mengadakan pesta hendaknya menghadirkan kesenian randai bukannya orgen tunggal
lagi. Dan bagi para seniman randai, hendaknya juga tidak berpengaruh terhadap
kemajuan zaman dan teknologi yang semakin menyudutkan profesinya. Seperti yang
telah dilakukan oleh kelompok randai puti nan manih tersebut. Meskipun
pertunjukan mereka hanya ditonton oleh mayoritas orang tua, mereka dapat
melangsungkannya sampai akhir dengan semangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar