Kritik
adalah suatu kata yang sudah sangat sering kita dengar dan kita jumpai
dimanapun. Kritik dapatlah kita sebut sebagai kriteria dari satu penilaian yang
menggambarkan baik buruknya sesuatu hal. Kata kritik sendiri berasal dari
bahasa inggris yaitu kritikos ataupun bahasa yunani krenein yang dapat kita
artikan: memisahkan, membandingkan, mengamati atapun menimbang. Kata kritik
sendiri sudah sangat lama digunakan oleh orang-orang pada masa lampau, hal
tersebut dapat kita buktikan dengan istilah-istilah yang dipakai oleh orang
yunani kuno (krites atau menghakimi).
Sebuah kritik dapat digunakan
sebagai media penyampai pesan atau gagasan kepada orang lain. khusus dalam
bagian seni, kritik digunakan untuk mengevaluasi sebuah karya, menggambarkan
baik atau kurang baiknya sebuah karya ataupun untuk menyampaikan kekurangan dan
kelebihan dari suatu karya seni. Seiring dengan cepatnya perkembangan zaman,
maka akan terjadinya pula pergeseran nilai yang mau tidak mau akan menimbulkan
suatu permasalahan dari masyarakat penikmat seni hingga nantinya akan
memberikan sebuah ide kepada seorang seniman untuk dapat menampilkan sebuah
karya yang benar-benar disukai atau dinikmati oleh masyarakat pada saat ini.
Dalam hal ini kritik akan membantu memberikan masukan kepada seniman pengkarya
dengan memberitahukan mana yang disukai dan mana yang kurang disukai oleh
penonton.
Pada awalnya, kritik seni menjadi
suatu hal yang diperdebatkan karena banyaknya aliran atau cara seorang kritikus
mengkritik suatu karya sehingga lahir anggapan bahwa sebuah kritik seni
kehilangan arah dan fungsinya. Karena hal tersebut, Osborne mengatakan bahwa
kritik itu adalah kerancuan dan sebuah kesimpang siuran. Seorang kritikus haruslah mampu memberikan
penilaian terhadap sebuah karya seni yang dinilainya, baik berupa kejelekan
maupun kebaikan seta membandingkannya dengan karya seni yang lain. Oleh karena
hal tersebut, seorang kritikus haruslah memiliki pemahaman dan pengetahuan
terhadap hal yang dikritiknya, sehingga dapat melahirkan suatu kejelasan
terhadap evaluasi sebuah karya seni.
Sebuah karya seni tidak bisa
dipisahkan dari elemen pendukungnya seperti seniman dan penonton. Ketiga hal
tersebut memiliki ikatan kuat yang tidak bisa dihilangkan salah satunya karena
ketiga hal tersebutlah yan memungkinkan sebuah seni hidup di dalam masyarakat.
Karya seni merupakan sebuah ide ataupun pertunjukan yang dibuat oleh seorang
seniman yang tujuannya untuk dipertontonkan kepada masyarakat. Dengan demikian,
masyarakat yang datang untuk menyaksikan pertunjukan tersebut (penonton) dapat
menikmati pesan-pesan serta hiburan yang diberikan oleh sebuah karya seni.
Penonton seni yang baik akan selalu haus dengan ragam pengalaman estetik yang
dikupas secara mendalam dengan ikatan emosional yang ada di dalam sebuah karya.
Di dalam sebuah kritik seni memiliki
tipe dan struktur. Tipe kritik seni berupa:
kritik jurnalistik yang merupakan sebuah ulasan kritik yang di sampaikan
kepada masyarakat melalui media massa khususnya surat kabar. Biasanya kritik
ini menggambarkan sebuah karya seni berupa ulasan singkat yang dapat menjadi
pengganti pengalaman visual bagi pembacanya. Kritik jurnalistik sangat mudah
dicerna karena tidak berisi ulasan yang sistematis sehingga tidak membingungkan
bagi pembaca awam. Kritik ini juga sangat cepat mempengaruhi pemikiran
masyarakat, disebabkan oleh sifat media massa yang memang untuk mempengaruhi
yang membacanya.
Kritik ilmiah adalah sebuah ulasan
terhadap suatu seni tertentu yang dibuat dengan susunan sistematis berdasarkan
kaidah-kaidah keilmuan. Oleh karena itu, tidaklah sembarangan orang bisa untuk
membuat kritik ilmiah. Mereka yang mebuat sebuah kritik ilmiah haruslah
orang-orang yang memang menguasai sistematika dan metode-metode dalam
penulisan. Bahasa yang digunakan dalam kritik ilmiah haruslah bahasa yang
tepat, jelas dan ringkas. Sehingga tidak menutup kemungkinan bagi pembaca untuk
salah menafsirkannya. Kritik jenis ini menyajikan penafsiran yang bersumber
dari ilmu pengetahuan maupun sebuah penelitian dan menghasilkan kebenaran yang
tidak memihak. Kritik ilmiah menjangkau hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh
kritik jurnalistik.
Kritik populer adalah kritik yang
hampir mirip dengan kritik jurnalistik, bedanya terletak pada ulasan yang
disampaikan. kritik jurnalistik
menampilkan ulasan yang lebih dalam dan tajam, sedangkan kritik populer lebih
bersifat umum yang berisi pengenalan
atau publikasi sebuah karya kepada pembacanya.
Mendeskripsikan, menafsirkan dan
menilai karya seni merupakan hal yang sangat penting dalam melihat sebuah karya
seni. Karena dengan hal tersebutlah kita dapat menilai kualitas dari sebuah
karya yang dipentaskan. Penulisan di media massa menggunakan sumber dari seni
pertunjukan dan seni rupa yang ada di lingkungan kita. Seni pertunjukan berupa
: karawitan, tari, teater dan musik. Karawitan adalah seni musik yang berupa
permainan alat musik tradisional dan perkembangannya. Tari juga mencakup
berbagai genre mulai dari tari tradisi dan juga tari modern. Teater juga dapat
dilihat dari berbagai genre seperti tradisi, modern, realisme, absurd, teater
tubuh dan lain sebagainya. seni musik lebih memainkan musik barat berdasarkan
zamannya. Selain seni pertunjukan, seni rupa juga dapat dijadikan bahan untuk
menulis di media massa.
Setiap semester di institut seni
indonesia padang panjang akan banyak sekali pertunjukan-pertunjukan seni maupun
pameran-pameran yang dilakukan oleh mahasiswa. Akan tetapi anehnya, sangat
sedikit sekali yang berani menulis di media massa tentang pertunjukan tersebut.
Faktor utama yang menyebabkan hal tersebut adalah sifat malas yang dipelihara,
hingga tidak tau kiat untuk menulis di media massa. Dan yang paling mungkin
dari hal itu semua adalah belum terasahnya kemampuan seseorang untuk menangkap
ide, memperoleh issu, ataupun kreatifitas yang belum teruji.
Masalah kepekaan dan ketajaman dalam
memperoleh issu memang tidaklah datang dengan sendirinya. Perlu dilakukan
latihan yang serius dan focus untuk mendapatkannya. Setelah dilakukan latihan
tersebut maka haruslah dibiasakan untuk menulis secara terus-menerus sehingga
akan terbiasa melakukannya.
Untuk memulai menulis kritik tentang
sebuah seni, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali dan memiliki
pemahaman terhadap subjek yang ditulis. Setidaknya mengenali istilah-istilah
khusus yang berkaitan dengan seni yang akan ditulis. Disamping hal tersebut,
memiliki referensi terhadap tulisan tersebut juga harus dimiliki, hal tersebut
berguna untuk mengetahui tulisan-tulisan yang disukai oleh orang dan agar
tulisan yang akan ditulis tidak ketinggalan zaman.
Paling penting dari melakukan
kegiatan menulis haruslah memiliki kemauan untuk menulis itu sendiri. Kita
harus bisa melawan rasa malas yang ada dalam diri kita untuk melakukannya. Pada
umumnya orang bisa menulis, akan tetapi dengan tidak adanya kemauan dan
dorongan yang kuat maka hal tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik.
Memperoleh informasi yang dijadikan untuk
bahan tulisan yang paling efektif adalah dengan menyaksikan pertunjukan atau
hadir kedalam pameran seni rupa yang di hadirkan. Dengan demikian kita dapat
menggali informasi tentang karya tersebut, dan menjadikannya sumber ide dari
tulisan yang akan ditulis. Ketika menyaksikan suatu pertunjukan yang harus
dilakukan adalah mengamati suasana, mencatat jumlah pemain, judul dan lama
durasi pertunjukan. Dan untuk memperoleh informasi yang lebih akurat dan tajam
maka diperlukan wawancara baik dengan seniman pengkarya ataupun dengan penonton
yang hadir menyaksikannya.
Menonton dan mengamati adalah suatu
pekerjaan yang hampir mirip akan tetapi sebenarnya sangat jauh berbeda.
Mengamati diperlukan tingkat focus yang tinggi terhadap detail dari pertunjukan
tersebut. Yang paling penting dari hal itu semua adalah memanfaatkan indera
penglihatan (visual), pendengaran ketika menyaksikan pertunjukan tersebut.
Selain itu diperlukan daya ingat yang kuat dan tajam yang digunakan untuk
menafsirkannya nanti ketika akan ditulis. Dalam suatu event atau festival, hal
awal yang harus dilakukan adalah menanyakan informasi kepada panitia, seniman
atau budayawan untuk mendapatkan informasi mengenai karya siapa yang paling
bagus. Hal tersebut sangat diperlukan, karena untuk menulis di media haruslah
melihat kualitas kita dalam mendapatkan informasi, sehingga jika nanti tulisan
kita yang menarik maka akan diterbitkan akan tetapi jika kualitas tulisan kita
tidak baik maka siap-siap untuk tidak diterbitkan.
Karya seni memiliki aspek-aspek yang
dilihatkan kepada public. Yaitu berupa keutuhan atau kebersatuan, penonjolan
atau penekanan dan keseimbangan. Keutuhan yang dimaksud di sini adalah sebuah
karya seni yang ditampilkan kepada masyarakat haruslah sebuah karya seni yang
sempurna dengan kata lain sebuah karya yang bebas dari cacat atau kekurangan.
Sedangkan penonjolan disini adalah mengarahkan perhatian penonton terhadap
hal-hal tertentu.
Para ahli berpendapat bahwa dalam
sebuah karya seni harus memiliki tiga unsur yaitu etika, estetika dan logika.
Etika maksudnya adalah bahwa karya seni harus berdasarkan etika secara umum
maupun terhadap suatu barometer yang dimiliki oleh masyarakat setempat.
Estetika yakni karya seni tersebut haruslah memiliki cita rasa keindahan yang
dapat dinikmati masyrakat setempat. Sedangkan dari segi logika adalah bahwa
karya seni tersebut dapat diterima oleh akal sehat masyrakat.
Setelah menyaksikan suatu
pertunjukan atau pameran, tugas selanjutnya yang harus dilakukan adalah menulis
hasil pertunjukan dan pemeran tersebut. Dimana tulisan yang dapat dibuat
seperti feature, resensi, atau ulasan ringan, kritik. Resensi atau review lebih
bersifat informative, biasanya seperti memaparkan kembali sesuatu atau sebuah
masalah. Kekuatan resensi adalah pada kemampuan dari penulis untuk
mendeskripsikan karya seni, seolah-olah karya seni tersebut tampak jelas dan
dapat didengar oleh para pembaca. Analisis dan interpretasi terhadap karya ada
dilakukan, tetapi tidak begitu dalam.
Dalam menulis kritik karya seni, ada
hal- hal yang penting yang perlu dimiliki oleh seorang kritikus, yakni kepekaan
atau kemampuan teknik. Kepekaan disini yang dimaksud adalah bagaimana kemampuan
seorang dalam melakukan produksi (proses penciptaan) sangat membantu seorang
kritikus untuk menulisk kritik. Di samping itu, hal yang tidak kalah pentingnya
untuk dikuasai adalah teknik untuk mengamati pertunjukan dan menuliskan hasil
pengamatan untuk mempublikasikannya. Kemudian diperkuat dengan teknik
mengkomunikasikan pikiran, pengalaman, interpretasi dan penilaian estetik dalam
bentuk tulisan
Memiliki pengetahuan terhadap subjek
yang dikritisi juga merupakan hal yang amat diperlukan dalam menulis sebuah
kritik. Pengetahuan terhadap objek berupa, asal-usul, sejarah dan perkembangan
dan lain sebagainya. Di samping hal itu, diperlukan juga sikap kritis, dalam
bentuknya yang paling dasar berupa kemampuan berfikir logis. Sikap “tidak kritis”
atau tidak logis menjadi penghalang utama untuk menjadi seorang kritikus.
Sementara kepekaan rasa, khususnya rasa estetis dapat membantu menyelami bagian
yang menyentuh emosional dan penjiwaan atau ekspresi terhadap karya seni.
Berbagai bentuk kreatifitas
penciptaan di bidang musik dengan berbagai macam event telah banyak dilakukan
di indonesia. Mulai dari penciptaan komposisi musik yang bersumber dari
tradisi, intercultural, kolaborasi dan lain sebagainya. menggunakan berbagai
macam alat musik seperti alat musik tradisi, alat musik barat dan medium
lainnya. Namun ada satu sisi kreatifitas musik yang sampai saat ini masih belum
banyak diminati yaitu kreatifitas musik dengan menggunakan media computer.
Penciptaan musik di bidang ini mengarah pada pengandalan artistic musik oleh
komposernya dan juga kreatifitas seperti ini belum muncul kepermukaan , baru
berupa tataran pribadi bagi pembuatnya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan
kreatifitas dengan menggunakan alat musik yang sudah umum di masyarakat. Mungkin
kreatifitas seperti ini hanya di peruntukkan bagi orang yang bekerja di
studio-studio. Selain itu, keterbatasan teknologi dan kekurangan pemahaman
terhadap teknologi tersebut membuat kreatifitas musik seperti ini belum banyak
diminati oleh banyak orang.
Hibrida dalam musik merupakan sebuah
istilah yang masih samar, atau tidak familiar bagi penikmat musik ataupun orang
awam. Di dalam musik, hibrida dapat diartikan sebagai pencangkokan beberapa
unsur musik yang berbeda latar budaya dan karakternya, kemudian menjadi musik
baru. Kecendrungan yang sering dilakukan adalah pencangkokan musik tradisi
dengan musik barat yang beraliran populer, dangdut dan lain sebagainya.
pencangkokan terjadi dapat saja menuju kearah yang permanen, akan tetapi ada
pula yang masih dalam penjajakan seperti bongkar pasang instrument,
tawar-menawar konsep musik anatara yang satu dengan yang lainnya dalam upaya
mencari kecocokan musik. Selain itu ada pula usaha untuk pencangkokan musik
yang menuai kegagalan.
Kasus musik seperti ini telah banyak
kita jumpai di seluruh nusantara. Beberapa musik tradisi dari daerah
minangkabau telah mengalami hal seperti itu.
Seperti dendang-dendang irama saluang dikemas dalam musik disco, seperti
reggae, dance-remix dan lain sebagainya. musik-musik seperti ini banayk
digunakan sebagai peluang pasar di sumatera barat. Hal itu terbukti dengan
tetap bertahannya label-label seperti minang record, dan nada musik record di
pelantara musik minangkabau. Biasanya mereka mengikuti trend yang sedang ada
pada saat ini. Namun pencangkokan musik seperti ini cenderung bersifat
temporar, dan tidak berkembang atau gagal.
Pencangkokan terhadap dendang yang
beriorentasi dengan musik populer terlihat sangat sederhana, seperti saluang
orgen. Pencangkokan dalam jenis ini terlihat premature dan abal-abal, karena
tidak mengutamakan aspek estetik musik secara luas. Pencangkokan dalam jenis
ini mempunyai prinsip asal dapat dimainkan untuk memenuhi selera hiburan
masyrakat.
Musik-musik tradisi minang yang
berbasis islami pun tidak luput dari pengaruh hibrida seperti salawaik dulang.
Genre musik ini sejatinya digunakan untuk menyiarkan dakwah islami di masjid
dan mushalla. Salah satu dalam struktur sajiaannya berupa lagu cancan,
memberikan ruang untuk hiburan yang tentunya masih dalam konteks islami. Akan
tetapi yang terjadi pada masa sekarang ini adalah, ruang ini digunakan oleh
parapemain salawaik dulang untuk menyanyikan berbagai lagu dan diadopsi
mengikuti tempo dan cara melagukan salawaik dulang oleh pemainnya. Begitu juga
dengan lagu-lagu indang piaman yang biasanya disajikan solo dan koor ala
indang, kemudian di tambah dengan rapa’I (sejenis rebana kecil), baik dimainkan
secara bersama atau terpisah, turut pula terimbas. Seniman-seniman musik pop
minang, sudah banyak menggarap lagu indang dalam kemasan pop, dan direkam untuk
komersil.
Selain musik, seni tari juga
mengalami hal yang serupa. Secara keseluruhan, kolaborasi di dalam seni tari
telah membuahkan suatu kreatifitas yang nyata dengan munculnya koreografi baru.
Selain dialog budaya, yang penting juga adalah telah terjadi komunikasi lintas
budaya, lintas bangsa dalam suatu ikatan emosional kesenian. Meski berbagai
persyaratandan persoalan yang berkaitan dengan kolaborasi masih perlu dipahami secara mendalam, agar persentuhan budaya
tidak hanya terjadi pada tataran kulit luar saja. Tetapi sampai pada jiwa atau
rohnya. Tentu saja kesetaraan kemampuan teknik dan interpretasi para
kolaborator terhadap materi timbal balik sangat diperlukan. Yang tidak kalah
penting juga adalah ketersediaan waktu yang memadai sebuah proses.
Contoh kritik terhadap pementasan
teater ada banyak sekali terdapat di surat kabar. Salah satunya adalah
pementasan tangga karya Yusril “katil”, diaman judul dari kritik tersebut
adalah “menuju tangga kekuasaan: pertunjukan teater kolaboratif.” Di bagian
awal kritik ini di tuliskan saja puisi yang merupakan penggalan dialog oleh
para aktor. Dimana pada pementasan tangga ini merupakan karya kolaboratif yang
melibatkan seniman teater, tari dan musik serta penyair sumatera barat. Gagasan
karya terisnpirasi dari percaturan kekuasaan dengan bingkai demokrasi ala
minangkabau ditafsir dengan situasi kekinian yang lebih universal. Ini
merupakan karya teater eksploratif, tetapi minim kata-kata, mengusung Sembilan
buah tangga sebagai propertinya, karya ini melibatkan Sembilan pemain yang
terdiri dari tiga orang penari dan enam orang pemain teater.
Kritik pertunjukan tangga ini
menggambarkan tentang pementasan tangga. Yang dimulai dengan mengupas bagian
sisi menarik dari pertunjukan tersebut. Bagian yang cukup menarik dicatat
agaknya konfigurasi formasi tiga dan empat.katil mencoba menonjolkan perempuan
di atas “singgasan kekuasaan”. Eksplorasi enam buah tangga yang ditegakkan
dengan membentuk formasi tiga buah segi tiga sama kaki berjejer diagonal ke
kiri pentas. Masing-masing tangga dipegang oleh seorang pemain. Sementara
pemain (indah) menaiki tangga, mulai dari tangga belakang sampai ketangga
depan. Di puncak tangga ia berdiri mengepakkan tangan dan melakukan gerak-gerak
eksplorasi sambil mengucapkan teks-teks singkat.
Yang tak kalah menarik adalah
eksplorasi yang dilakukan oleh seluruh pemain dengan mengusung tangga
menjelajahi setiap lini pentas. Mereka berlari mencari ruang kosong dan
mengisinya silih berganti. Tampak ketegangan dan kesembrautan berpadu dengan
ekspresi menyeringai di wajah mereka. Eksplorasi ini dilanjutkan dengan
menghentakkan tangga ke lantai sambil membentuk lingkaran. Seolah-olah mereka
terkerangkeng dalam jeruji medium mencari kekuasaan. Lalu mereka menjatuhkan
tangga masing-masing ke lantai. Tampak bagaikan kelopak-kelopak bunga
berguguran.
Sebagai penutup dari tulisan
tersebut membahas tentang budaya di sumatera barat. Sebagai penutup , eksplorasi tangga seperti membentuk replica rumah gadang.
Dengan latar belakang visual art yang digarap oleh dede pramayoza, para pemain
duduk dan berdiri di atas da di bawah rumah gadang. Sarah menuruni tangga
dengan eksplorasi-eksplorasi gerak yang dipadu dengan beberapa gerak tari
piring tradisi minang. Ia bergerak kedepan di atas dua buah tangga yang
direbahkan memanjang kearah depan. Sementara di tengah tangga itu terletak
sebuah carano sebagai symbol ketulusan hati dan pendamai dalam berbagai
kegiatan adat minangkabau. Carano yang biasanya diisi dengan daun sirih dan
buah pinang, kali ini diganti dengan ratusan permen, diangkat oleh sarah dan
dibagi-bagikannya kepada para penonton.ini benar-benar sebuah symbol
tergerusnya budaya oleh berbagai kepentingan (terutama politik ).
Karya yang berdurasi sekita 55 menit
ini, sejatinya memiliki etika konvensional. Seperti ungkapan “bajanjang naiak
batanggo turun”. Segala sesuatunya sudah aturan dan tata caranya. Akan tetapi
benturan muncul ketika situasi kekinian tidak lagi tertampung dalam koridor
adat. Bagaimanapun katil dan kawan-kawan telah menyajikan sebuah penawaran
sajian teater kolaborasi yang berimbang. Begitulah bunyi tulisan akhir dari
kritik terhadap pertunjukan tangga yang di muat dalam majalah gong.
Contoh tulisan kritik tentang seni
perfilman , “uang naik” karya( sutradara ulfiani). Dalam tulisan ini dapat
ditangkap bahwa film ini menceeritakan suatu kisah nyata yang dialami oleh
seorang pemuda bernama ryo yang ingin melangsungkan pernikahan dengan wanita
yang sebenarnya sudah menjadi pacarnya selama dua tahun. Akan tetapi keinginan
untuk menikah itu, harus melalui suatu tradisi yang sangat kental dalam
masyrakat bugis-makassar yaitu tradisi “uang naik” uang naik disepakati jumlah
nominalnya dan dibayarkan sebelum akad nikah dilangsungkan.
Didalam kisah tersebut diceritakan
bahwa nominal yang diminta oleh orang tua perempuan adalah Rp. 40 juta
sedangkan Ryo hanya sanggup membayar Rp. 35 juta. Setelah diadakan tawar
menawar dan orang tua dari si perempuan tetap pada pendiriannya, akhirnya Ryo
membatalkan pernikahan dengan kekasihnya tersebut dan berniat untuk pergi
merantau mencari gadis lain. meskipun demikian, dalam film ini tidak
dimunculkan kekecewaan bathin yang dialami oleh gadis, tidak jadi menikah
dengan Ryo. Boleh jadi, kekuatan konvensi hukum adat telah mengalahkan
perasaan, memori indah yang pernah dialaminya bersama Ryo, sehingga tidak
keinginan dari sutradara untuk mengangkat sisi lain dari si wanita. Padahal
bagian awal dari film ini, sutradara mencoba mencuplik beberapa pendapat wanita
yang belum menikah mengenai uang naik. Ada secara gambling mengatakan jumlah
uang naiknya, namun ada pula yang secara satire yang menyampaikan bahwa sebagai
perempuan agaknya ia seperti dihargai
dengan sejumlah uang yang ditetapkan. Mengapa hanya gara-gara uang naik,
jalinan cinta yang telah dibina sejak lama justru kandas karena adat dan
tradisi.
Sayang, film ini terasa seperti
sebuah realitas yang sangat personal sekali. Seakan-akan ini kisah dari
pribadi-priabadi para pemuda Makassar. Padahal ini sudah menjadi permasalahn
bersama bagi semua laki-laki yang akan melakukan perkawinan. Tradisi yang telah
menjadi adat, dan menjadi konvensi yang harus dipatuhi oleh setiap laki-laki.
Sutradara tidak mencoba mengkaitkan dengan latar budaya perkawinan yang ada di
Makassar sebagai pilihan visualnya yang otentik. Justru ditampilkan adalah
setting dengan lokasi alam yang secara tidak langsung tidak mendukung pada
aspek budaya yang sedang digarap menjadi film.
Sementara dari aspek pengambilan
gambar, ketajaman atau kualitas gambar, penataan gambar, dan daya tarik (seni)
sebagai sebuah karya film, tampaknya masih memiliki beberapa kelemahan. Ini
bukan berarti pula bahwa film documenter itu, harus selalu memiliki sentuhan
estetik, seperti layaknya film-film fiksi.
Riset tehadap aktivitas yang
berkaitan dengan uang naik sejak dari awal hingga mencapai kesepakatan yang
dilanjjutkan dengan pernikahan, masih perlu dilakukan lagi oleh sutradara
secara cermat. Yang paling penting sebagaimana dikatakan ayawaila adalah
penafsiran kreatif terhadap perisitwa uang naik yang berkaitan dengan
perkawinan. Dengan demikian, realitas dalam mewujudkan uang naik sebagai salah
satu persyaratan perkawinan dalam budaya Makassar, dapat terangkat dengan baik.
Uang naik sebagai selah satu persyaratan
pernikahan di makasar masih berlaku hingga sekarang. Jumlah nominal besarnya
uang naik sering menghambat pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun
mereka telah menjalin asmara sebelumnya. Tinggi atau mahalnya uang naik,
memberikan dampak buruk terhadap pergaulan muda-mudi di sana, tak jarang
terjadi kawin lari, hamil sebelum nikah yang akhirnya memaksa orang tua
perempuan menyetujui pernikahan.
Sampai saat ini sumatera barat tidak
terhitung sebagai provinsi yang mendukung produksi film. Sebagaimana kita lihat
segala hal yang berhubungan dengan film, baik sutradara, cameramen dan
sebagainya masih didominasi oleh Jakarta. Bila dilihat dari segi peluang
bisnis, sumbar sama sekali tidak termasuk kedalam suatu tempat hyang
menjanjikan finansial, malah yang terjadi sebaliknya, jika film dilakukan di
sumbar maka yang terjadi adalah mendapat kerugian yang berlipat ganda. Dari
segi alat pun juga tidak tersedia di sini.
Bagi para filmis, aktris tentu
beranggap bahwa jika menggarap sebuah film di sumbar tentu akan sangat sia-sia.
Idealism mereka tentu adalah menjadi terkenal dan kaya raya, oleh karena itulah
banyak yang pergi merantau ke Jakarta. Akan tetapi walaupun sumatera barat
bukan merupakan daerah yang menggerakkan perfilman namun dari daerah ini banyak
terlahir tokoh-tokoh perfilman yang disegani di indonesia, seperti Usma ismail,
Djamaludin malik, Asrul sani, dan tentunya generasi-generasi di bawahnya yang
tidak terhitung jumlahnya.
Perkembangan teknologiu di bidang
alat rekam semakin membuat insan perfilamn di sumatera barat untuk berkarya,
dengan modal yang sedikitpun sekarang sudah dapat membuat sebuah film pendek.
Motivasi dan antusias ini muncul dari kalangan seniman yang mengecap pendidikan
sinematografi, dan hanay sekedar mengikuti ide gila serta kemauan kuat, untuk
membuat film. Antusias ini paling tidak telah mereka tunjukkan melalui
karya-karya film pendek dan documenter, walaupun dalam skala dan standar yang
masih minim, dibandingkan dengan karya film layar lebar.
Di luar perorangan muncul beberapa
komunitas film di sumatera barat, baik darp padang, bukittinggi dan kota
lainnya maupun di perguruan tinggi seperti UNP padang, Unand, Universitas bung
hatta dan ISI padang panjang. Ada banyak
sekali macam film yang dapat di buat seperti dokumenrasi, documenter, etnofilm,
antropologi visual, film pendek.
Dokumentasi audio visual pada
dasarnya tidak memerlukan scenario sebagai panduan atau acuan untuk merekam
gambar. Oleh karena kerja dokumentasi lebih difokuskan pada perekaman sebuah
peristiwa yang ada, yang lebih penting dari kerja ini, bagaimana moment atau
peristiwa penting dan dianggap penting terekam dengan baik. Untuk
mendokumentasikan sebuah ritual atau alek nagari, yang amat diperlukan adalah
bagaimana moment penting terekam dengan baik, karena moment itu tidak dapat
diulang.
Film documenter memerlukan scenario
sebagai pedoman atau acuan bagi sutradara dan cameramen dalam mengambil gambar.
Apa yang menjadi focus karya dalam scenario sudah tergambar. Dari hasil survey
disusun scenario dan apa yang menjadi focus dalam karya. Karya film documenter
sudah harus memperhitungkan aspek estetik, teknik, dan kualitas. Setiap karya
film documenter dapat saja menjadi dokumentasi.
Etnofilm merupakan karya-karya yang
biasanya menghadirkan atau mengangkat sisi-sisi kehidupan dari suatu suku atau
etnik, dan biasanya tim yang membuat film ini membaur dalam masyarakat untuk
memahami lebih dalam nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat tersebut.
Karya fil seperti ini lebih memfokuskan pada citraan etniknya.
Antropologi visual merupakan film
yang mengangkat tentang aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok atau
komunitas masyarakat tertentu. Sedangkan film pendek adalah film yang memiliki
durasi pendek akan tetapi di dalamnya tetap terdapat apa yang ingin di
sampaikan oleh sutradara, sedangkan dari aspek teknis diperlukan kepandaian
khusus untuk mengedit gambar-gmbar.
Contoh dari kritik terhadap seni
rupa adalah kande warisan budaya aceh yang terlupakan: sebagai inspirasi
penciptaan seni. Di awal tulisan dituliskan pengenalan terhadap kande itu
sendiri. Kande adalah lampu minyak yang biasanya digunakan untuk menerangi
rumah-rumah adat di daerah aceh, meunasah, masjid dan rumah penganten saat
perkawinan. Bahkan fungsinya yang paling penting pada masa lampau adalah untuk
menunggu tamu-tamu kerajaan.
Setelah pengenalan terhadap kande,
lalu tulisan selanjutnya menggambarkan ironi yang dialami oleh kande itu
sendiri: Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, dan kemajuan teknologi,
sejak listrik masuk ke pelosok-pelosok kampung, kande mulai ditinggalkan orang.
Bahkan yang lebih menyedihkan, kande tidak dilirik lagi sebagai media
penerangan yang amat berjasa pada masa lampau. Orang sudah beralih menggunakan
listrik, yang sinarnya lebih terang benderang. Akhirnya kande di jadikan barang
antik.
Setelah itu tulisan ini menghadirkan
pengenalan terhadap seniman pembuat karya tersebut juga termasuk membeberkan
konsep yang digunakan oleh pengkarya. “Adalah mahruzal anak muda aceh yang
kuliah di jurusan seni kriya STSI Padang panjang, melirik kande sebagai sumber
inpirasi penciptaan karya di bidang karya kayu. Bahkan kande dijadikan sebagai
konsep dasar “local intens” dari situ ia dapat membuat beberapa karya seni dari
bahan kayu nangka dan pokat.
Tulisan ini juga menghadirkan
beberapa persamaan dan perbedaan konsep yang dimiliki oleh semua karya
mahruzal. “masing- masing itu memiliki dimensi yang berbeda dari aspek bentuk,
teknik pengolahan (ukir) dan teksturnya. Tetapi ciri kuat motif yang terdapat pada
kande tetap dihadirkan, yaitu motif pilin ganda atau motif pucoek pakoe,
kemudia dibubuhi tujuh sumbu dari plat logam aceh. Karyanya yang berjudul
kecemasan itu diwujudkan dengan bentuk putaran ( lingkaran) dari kecil hingga
besar, dengan tekstur berjenjang, sepeerti rumah keong. Guratan pusaran itu,
seperti guratan batin mahruzal. Karya ini dilengkapi dengan lima sumbu dari
plat. Media yang digunakan adalah kayu pokat. Untuk pewarnaannya digunakan
semir hitam dan coklat.
Di akhir tulisan disebutkan keprihatinan
pengkarya terhadap budaya yang ada di daerahnya. “ apa yang telah dilakukan
mahruzal melalui karya-karya yang telah dia buat sedikit-banyak telah
menampakkan keprihatinan seorang muda aceh terhadap kehilangan salah satu
budaya masa lalu. Ini dapat menjadi cemeti bagi seniman muda lainnya, bahwa
kekayaan budaya masa lalu ( seni tradisi), dapat menjadi sumber inspirasi
penciptaan karya seni baru.