Minggu, 27 April 2014

Pertunjukan Randai Intan Korong Sebagai Teater tradisonal yang mulai tidak diminati


Pada malam itu tanggal 25 april 2014, desa Padang Lawas, kecamatan mungka, kabupaten lima puluh kota menggelar alek nagari yang berupa pertunjukan Seni Rakyat Minangkabau. Alek dilaksanakan di Gedung kantor camat Mungka. Dihadirkanlah Randai Intan Korong sebagai awal dari sajian pada alek tersebut. Didatangkan dari nagari Batu galeh kecamatan mungka kabupaten lima puluh kota yang diketuai oleh amin datuak bagindo. Dihadiri oleh para penonton yang ramai, terdiri dari anak-anak, remaja, orang tua, beserta masyarakat setempat yang ikut menyaksikan dan para undangan yang terhormat yang menduduki karpet biru dibagian tengah tempat duduk penonton. Bangku tempat duduk penonton terlihat penuh bahkan ada juga yang menduduki karpet merah di kedua sisi gedung sebagai tempat duduk lesehan, yang sepertinya sengaja dibentang agar dapat terasa suasana kerakyatan dalam arena yang diharapkan menyatu antara pemain dan penontonnya. Malam yang tidak begitu sempurna, karna sempat terjadi pemadaman listrik sehingga sedikit mengganggu jalannya pertunjukan. Dan sebagai sajian pembuka yang sempat disinari oleh senter telepon genggam dan senter milik masyarakat, Randai Intan Korong terus berjalan selama lebih kurang tiga jam.
Randai Intan Korong mengangkat cerita tentang kisah Nang Kodo Baha dan Anggun Nan Tongga yang bertaruh dalam permainan teka-teki. Taruhannya adalah dandang dengan segala isinya. Dan yang memenangkan pertaruhan itu adalah Anggun Nan Tongga. Akhirnya dandang milik Nang Kodo Baha menjadi milik Anggun Nan Tongga. Kemudian dari dandang tersebutlah pertemuan terjadi dengan perempuan bernama Intan Korong. Dengan panggung yang cukup lapang, para pemain randai membentuk lingkaran, dan dibelakangnya beberapa kursi telah diduduki para pedendang dan tokoh, lalu diatas meja-meja rendah yang dijajarkan memanjang para pemain musik pun berkumpul. Para tokoh inti bernama Aril ihsani yang memerankan Anggun Nan Tongga, kemudian Rika yang memerankan Intan Korong  dan Rismanto yang memerankan Nang Kodo Baha.
Dendang yang dilagukan dengan variasi dangdut dan tepukan telapak tangan dengan paha dan pinggul yang disajikan dimalam itu, seolah telah menghidupkan semangat para penonton untuk lebih berantusias, siutan dan tepuk tangan heboh para penonton lahir saat itu. Bahkan saat gerakan silat dimainkan tanpa rampak, kejadian itu pun menghasilkan tepuk tangan penonton yang bukan mencemeh tetapi seolah sebagai dorongan semangat. Suasana yang terasa pada malam itu adalah tawa, hasil dari gaya lelucon yang lahir dari spontanitas beberapa pemain, cara dia bergoyang yang menggeol-geol dan pembawaan mimiknya saat itu terasa menghibur sebagai sebuah banyolan. Suasana tradisi yang dihadirkan pada malam itu pun sudah terasa, apalagi setelah melihat salah satu pemain gelombang telah lanjut usia. Bapak Tua itu terlihat sangat berkonsentrasi dalam permainannya.
Pertunjukan Randai biasanya dilakukan di alam terbuka, para penontonnya konon dapat bertahan hingga selesai namun malam itu, kenyataannya para pemain yang awalnya telah berhasil menghibur penonton dengan tepuk galembong, dendang bervariasi dangdut dan goyang pinggulnya serta banyolannya, tidak mampu membuat semua penonton yang awalnya ramai itu dapat terus bertahan menyaksikan pertunjukan mereka. Penonton yang terbilang ramai itu hanya bertahan kira-kira selama satu jam saja, setelah itu semakin waktu berjalan, penonton semakin sepi hingga dapat dihitung dengan beberapa jari, bahkan yang tinggal saat itu terlihat sudah menahan kantuk dan suntuk. Dahulu entah kenapa orang-orang dapat bertahan menonton randai hingga subuh, yang jelas yang terlihat dimalam itu adalah kemonotonan. Hiburan yang hadir hanya dapat dirasakan diawal pertunjukan, setelah memasuki tengah pertunjukan hanya terjadi pengulangan-pengulangan dan banyolan-banyolan yang terasa basi atau tidak kejutan lagi. Sebagai penonton, bapak mul ( mantan walijorong Padang lawas ) pun sempat mengatakan bahwa ia akan dapat bertahan menonton randai paling lama satu jam. Rini ( Seorang bidan di sana ) dikesempatan lain mengatakan bahwa “kalau kakak memang tidak tahan berlama-lama, karna gerakan yang dilakukan pun itu ke itu saja ya “ dengan kata lain ia mengatakan bahwa sajian randainya terasa monoton.
Bicara tentang laku dramatik pada pertunjukan Randai Intan Korong sebagai teater tradisional, memang sangat terlihat pada malam itu bahwa emosi yang dibawakan para tokoh tidak dapat dirasakan. Dialog yang lahir adalah tanpa mimik atau ekspresi yang kuat, jauh dari ajaran Stanislavski bahwa ketika bermain teater maka pemain adalah to be atau menjadi. A. Kasim Achmad dalam Mengenal Teater Tradisional Di Indonesia menyatakan “ Dalam teater tradisional pemain tidak dipersiapkan untuk menghayati, menjiwai, mendalami serta menghidupkan peran yang dibawakan. Pemain teater tradisional hanya sekedar memainkan peran dengan menirukan tokoh dengan perwatakan  yang stereotlpe, yakni watak hitam-putih “ ( Kasim Achmad, 2006 ; 20 ). Kutipan tersebut seolah menyatakan bahwa para tokoh yang bermain pada pertunjukan pada malam itu tidak dapat disalahkan atas tidak adanya mimik yang baik pada pemeranannya. Namun mungkin, salah satu sebab tidak bertahannya para penonton selain kemonotonan gerak dan gaya banyolan, juga karna kedataran para pemain dalam memainkan perannya sehingga permainannya dirasa hambar. Seiring perkembangan zaman yang saat ini telah semarak dengan hadirnya teater modern yang laku dramatiknya kuat, maka mungkin demi tetap bertahannya keberadaan teater tradisional seperti randai ini, maka mungkin memang sangat diperlukan sedikit perubahan tanpa mengurangi unsur tradisi yang telah ada sebelumnya, seperti lebih kreatif dalam gerak, dan dialog mulai menggunakan lakuan dramatik yang di dalami. Sehingga tidak seolah sekedar penyambung permainan saja tetapi juga sebagai paket dari sajian yang menarik.
Dalam bentuk performance kelompok Randai Intan Korong ini tampil dengan baju dan celana galembong yang beragam warna, ini mungkin tidak menjadi sebuah masalah namun, para tokoh perempuan mengenakan pakaiannya terkesan sebagai syarat saja. Dengan kepala memakai tengkuluk tanduk kreasi, si tokoh membiarkan rambutnya tergerai dan tanpa malu memperlihatkan peniti besar yang terlihat jelas di pakaiaanya. Hal ini sedikit menganggu mata penonton sebagai penikmat seluruh paket pertunjukan. Seolah menggambarkan bahwa para pemain tidak memperhitungkan keindahan pada performance mereka. Ini mungkin dapat digolongkan pula dalam sebab akibat dari tidak bertahannya penonton pada malam itu. Alasan karna lamanya pertunjukan tidak mampu menjawabnya, Dahulu saja seperti telah ditulis di atas pertunjukan randai dan penontonnya dapat bertahan hingga subuh, dan seiring perkembangan zaman, terkesan bahwa randai hampir ditinggalkan penontonnya.
 Selama hampir tiga jam dengan istirahat kira-kira sepuluh menit, kelompok randai ini menunjukkan kebolehannya. Pemimpin lingkaran memberi kode yang sebelumnya telah disepakati untuk berhenti sejenak. Maka yang terjadi di atas panggung pada pertengahan cerita adalah pemandangan aktifitas para pemain saat istirahat. Menjulurkan kedua kaki, mengelap keringat, mengatur pernafasan, minum dan pergi kebelakang panggung. Tepuk tangan penonnton pun lenyap seiring semakin hilangnya penonton yang bertahan. Kemudian sepuluh menit selanjutnya pemimpin lingkaran memberikan kode bahwa permainan dilanjutkan kembali, maka cerita dimulai lagi dengan penonton yang bisa dihitung dengan jari dan selebihnya adalah panitia yang tidak banyak.

Minggu, 20 April 2014

teater sma 1 guguak sebagai perwujudan seni bagi siswa


               Teater merupakan suatu hiburan umum yang berlaku bagi semua orang , teater tidak membeda-bedakan manusia karena siapapun bebas menyaksikan teater. Pertunjukan teater sering diadakan dalam rangka memeriahkan suatu acara seperti yang akan dilakukan oleh anak kelas 2 SMAN 1 kecamatan guguk, kabupaten lima puluh kota, sumatera barat dalam rangka mengisi acara perpisahan anak kelas 3 yang akan diadakan selesai ujian. Bentuk teater yang akan dipentaskan oleh mereka tentulah sedikit berbeda dengan karya-karya teater yang sering kita saksikan di perguruan tinggi seni maupun yang digarap oleh komunitas-komunitas teater yang sedikit banyak menguasai tentang ilmu teater. Garapan teater yang mereka usung merupakan satu pertunjukan “ringan” yang ceritanya tidak tertulis dalam naskah pada umumnya akan tetapi cerita langsung dibacakan oleh sutradara dan dimainkan oleh para aktor.
            Pada sesi latihan yang mereka adakan pada hari jumat (11/4) pukul 15.00 di kampus yang sering disebut SMANSA dangung-dangung ini, terlihat “sangat meriah”. Sangat meriah disini bukan karena garapan mereka yang begitu megah dan disaksikan banyak orang, melainkan karena latihan yang mereka lakukan sangat heboh dan penuh canda tawa. Tidak adanya sosok sutradara tunggal yang memanage garapan ini membuatnya seperti sebuah pertunjukan yang kacau, hal ini disebabkan karena yang bertindak sebagai sutradara adalah semua  murid yang dalam hal ini juga merupakan seorang aktor. Selain itu, tidak jelasnya jalan cerita membuat latihan ini sering berhenti di tengah jalan karena kehabisan ide melanjutkan kisah. “kericuhan” baru berkurang saat seorang guru seni datang memantau latihan. Meskipun masih banyak terdengar canda tawa, jalan cerita mulai terlihat jelas dengan adanya bimbingan dan masukan dari guru tersebut.
            Cerita yang mereka mainkan adalah tentang kampanye para caleg dan tim suksesnya. Cerita ini dibuat dengan konsep komedi ringan. Pembagian peran aktor di bagi langsung oleh guru pembimbing. Ada kejadian menarik dari proses pembagian peran ini, dimana murid-murid berebut untuk mendapatkan peran sebagai seorang caleg yang berkampanye. Melihat hal tersebut, guru pembimbing memberikan peran tersebut kepada lima orang. Selain  tokoh caleg, ada juga tokoh tim sukses yang berjumlah lima orang, peran sebagai masyarakat awam Sembilan orang, ada tiga orang sebagai panitia pengawas pemilu dan tiga orang pula sebagai penyanyi dangdut.
            Awal cerita dimulai ketika caleg pertama melakukan kampanye di depan masyarakat umum dengan menyewa seorang penyanyi dangdut, dimana di tengah kampanye, dia menyampaikan visi dan misi beliau. “ jika nanti saya terpilih, saya akan berantas korupsi, memberantas hama tanaman, dan pastinya memperbanyak istri, hahahaha” ungkap caleg tersebut. Mendengar hal tersebut sontak membuat penonton yang hadir menyaksikan latihan tersebut tertawa terbahak-bahak. Cerita dilanjutkan dengan datangnya dua orang caleg yang “mengusir” caleg pertama tadi, lalu mereka berdua pun langsung berebut untuk berorasi di depan masyarakat. Di saat sedang gencar melakukan kampanye datang dua orang caleg yang lain, mereka dengan santainya membagikan uang kepada masyarakat dan meminta untuk memilih dia saat pemilu nanti.
            Teater yang digarap oleh anak kelas dua dari SMANSA dangung-dangung ini, memang tidak seperti sebuah garapan yang digarap oleh seorang tokoh teater professional. Dengan tidak adanya sutradara dan naskah memberikan aktor kebebasan berekspresi dalam membuat dan memainkan cerita. “ ya, ini memang baru pertama kali mereka bermain drama. Kelas satu tidak ada, dan di dalam pelajaran pun mereka hanya mendapatkan sedikit teori tanpa melakukan praktek. Mungkin karena pertama kali mereka melakukan praktek ini, mereka sangat antusias jadinya kacau seperti ini. Namanya juga baru belajar ya asal jadi aja dulu.” Ungkap buk yeni, guru yang membimbing garapan tersebut.
            Buk yeni menambahkan, kalau garapan mereka kali ini hanya untuk dapat menghibur orang-orang nanti pada waktu perpisahan anak kelas tiga. “ ya kan nanti ramai, perpisahan pasti ramai. Soalnya, nanti semua kelas di arahkan untuk menyaksikan acara ini. Dan tidak hanya pementasan drama, ada juga pementasan musik band, ada juga karaoke dan mungkin juga ada tari-tarian. Kita sih sangat mengharapkan partisipasi semua siswa dalam memeriahkan acara ini. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, drama sangat disukai oleh anak-anak, karena lucu”. Ungkap guru yang telah mengabdi selama 7 tahun di sekolah ini.
            Selain dari segi cerita yang menampilkan kelucuan, dari segi kostum pementasan ini juga sangat unik dan terkesan berlebihan. Para caleg yang seharusnya rapi, malah di pakaikan busana superhero seperti superman, spiderman, naruto, bahkan ada yang memakai baju power ranger. Hal tersebut tentulah membuat para penonton terbahak-bahak. Usut-punya usut ternyata hal tersebut merupakan ide dari seorang aktor yang bernama azis, yang biasa dipanggil teman-temannya azis gagap ( tokoh wayang ovj).
            “ ini untuk buat kelucuan aja, biar bisa buat penonton tertawa. Kan kalau penonton gak tertawa berarti pertunjukan drama ini nanti tidak asyik. Saya terinspirasi dari ovj, saya sering nonton ovj liat azis gagap make baju yang aneh-aneh, semua penonton sampai nunung tertawa, ya kita buat kek gitu juga.” Ungkap azis.
            Bila cerita dan kostum dibuat lucu, beda halnya dengan setting panggung yang dihadirkan. Settingnya hanya terdiri dari panggung kosong yang diisi dua buah meja yang digunakan tokoh caleg untuk berkampanye. Di samping dan di atas panggung rencananya akan dipakaikan kertas semen. Penerangan di dalam panggung yang sebenarnya sebuah kelas ini juga hanya menggunakan sebuah bola lampu biasa.
            “ ini sebenarnya sebuah kelas, dinding yang belakang bisa di buka jadi kelas yang belakang bisa di jadikan tempat penonton. Yaa disini Cuma ada lampu itu, lampu sorot kayak di panggung sebenarnya tidak ada di sekolah ini.” Azis menambahkan.
            Meskipun garapan teater yang dilakukan oleh anak-anak SMANSA dangung-dangung ini hanya di buat canda gurau dan sekedar belajar, akan tetapi di dalam cerita yang mereka hadirkan sarat akan sebuah kritik yang ditujukan kepada calon legislatif yang akan memimpin sebuah masyarakat. Kritik-kritik yang mereka lancarkan, walaupun secara tidak sadar, merupakan isi dari hati masyarakat yang menginginkan seorang pemimpin yang dapat mengayomi masyrakatnya dan pastinya membela yang benar dan menumpas yang salah. Para pemimpin hendaknya tidak seperti caleg yang ada dalam cerita drama yang anak-anak SMA ini sampaikan. Memakai jubah seorang pahlawan atau superhero, akan tetapi penuh dengan kekonyolan. Jadilah seorang pemimpin yang “berpakaian” apa adanya tapi menjadi pahlawan super bagi rakyatnya.
            Melihat antusiasnya siswa dalam menggarap sebuah drama, sudah sepatutnya program studi seni tentang teater di masukkan dalam kurikulum sekolah, dengan demikian bakat-bakat siswa yang terpendam dan tertidur di dalam dirinya bisa dibangkitkan dengan antusiasme dan pelajaran yang tepat di dalam kelas. Kita semua mengetahui, kalau pelajaran seni khususnya teater sangat bermanfaat untuk memupuk kepercayaan diri dan mental siswa. Pemimpin sebuah masyarakat haruslah orang yang memiliki mental baja, dan kepercayaan diri tinggi. Oleh karena itu, dengan belajar tentang teater akan sedikit membantu siswa jika ingin menjadi pemimpin suatu saat. Belajar dari yang kecil buat menjangkau suatu yang besar, adalah slogan yang harusnya kita semua pahami.